Tradisi membuat api dari batang bambu atau dikenal dengan sebutan Masangkede oleh Suku Moi Kelin Sorong, Provinsi Papua Barat, masih dipertahankan oleh masyarakat adat setempat sampai saat ini.generasi muda saat ini sudah tidak tahu tradisi Masangkede
Di Kampung Malaumkarta Kabupaten Sorong, Mama Adolfina Sapisa, Selasa (19/10) mengaku masih mempertahankan tradisi Masangkede yang diwariskan oleh nenek moyang suku Moi Kelin secara turun-temurun.
Ia kemudian memperagakan tradisi Masangkede di hadapan tim liputan Antara TV Jakarta.
Hanya dengan sepotong bambu kering, batu, dan serabut pohon nipa yang sudah diolah menjadi kering dalam hitungan detik Mama Adolfina mampu membuat api.
Baca juga: Tradisi tato Suku Moi Papua Barat mulai luntur
Baca juga: Hadiah Bumi untuk cinta Suku Moi Kelim pada hutan dan lautnya
Mama Adolfina menjelaskan bahwa tidak semua jenis bambu dapat digunakan dan hanya jenis bambu khusus yang hanya diketahui oleh masyarakat adat Moi Kelin.
Agar menghasilkan bara api, serabut dari pohon nipa harus sudah dikeringkan dan dalam bahasa suku MOI Kelin disebut ligi.
"Ligi kemudian dijepit dengan batu lalu digesek pada batang bambu kering hingga menghasilkan api. Tradisi ini bisa digunakan orang tua dulu di rumah maupun di kebun," ujarnya.
Sayangnya, menurut Mama Adolfina tradisi Masangkede tersebut sudah hampir punah karena jarang digunakan di zaman sekarang ini.
"Banyak orang tua apabila generasi muda saat ini sudah tidak tahu tradisi Masangkede sehingga warisan budaya Suku Moi Kelin ini terancam punah," tambah dia.
Baca juga: Pangdam berikan bendera merah putih bagi kepala suku Pegaf Papua Barat
Baca juga: Papua Barat "rumah besar" keragaman suku di Indonesia, sebut Gubernur
Baca juga: Tiga marga di Teluk Wondama Papua Barat punah
Pewarta: Ernes Broning Kakisina
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021