"Di DIY ada sekitar 10 ribu anggota yang nilai (akumulasi) simpanannya sekitar Rp700 sampai Rp800 miliar. Sampai saat ini kami tidak tahu uang itu aman atau tidak," kata Ketua Tim Kerja Fakta Kasus KSP-SB Yogyakarta, Aritonang saat jumpa pers di Yogyakarta, Rabu.
Ia mengatakan koperasi simpan pinjam yang berkantor pusat di Bogor, Jawa Barat itu mengalami gagal bayar sejak April 2020 sehingga seluruh simpanan berjangka anggota yang sudah jatuh tempo per 20 April 2020 harus diperpanjang dengan alasan Pandemi COVID-19.
Sejak saat itu, para nasabah tidak bisa mengambil simpanan. "Hal tersebut dilakukan dengan tidak melalui persetujuan dengan anggota atau mengadakan rapat anggota," ujar dia.
Karena kasus gagal bayar itu, KSP-SB pada 2020 digugat Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh anggota koperasi dan berakhir lewat skema perdamaian atau homologasi yang disahkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan sudah "inkrach".
Dalam skema homologasi tersebut, diputuskan KSP-SB harus mengembalikan uang anggota atau kreditor dengan cara mencicil setiap 6 bulan sekali selama 5 tahun dengan pembayaran termin I sebesar 4 persen mulai Juli 2021.
"Namun kenyataannya tetap tidak dibayarkan sampai sekarang," ujar Aritonang.
Untuk mendapatkan uang kembali, perwakilan anggota telah mendatangi Kantor Cabang KSP-SB di Yogyakarta serta Kantor KSP-SB Pusat di Bogor pada 21 Juli 2020, namun tidak mendapatkan hasil.
Nasabah KSP-SB, juga telah melapor ke Kementerian Koperasi dan UKM.
Karena tak kunjung mendapatkan respons, nasabah berkirim surat ke Presiden Joko Widodo agar mendapatkan solusi dan memerintahkan Menteri Koperasi dan UKM agar mengaudit KSP-SB sesuai dengan Permenkop dan UKM Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Koperasi.
Salah satu nasabah asal Yogyakarta, Yekti Hasanah (62) mengaku masih memiliki uang simpanan di KSP-SB terakhir senilai Rp1,3 miliar. Namun demikian, saat mengecek rekening tabungan miliknya nilainya tercatat tinggal Rp20 ribu.
"Masak uang saya didebet sembarangan. Uang saya tinggal Rp20 ribu dari semula Rp1,3 miliar. Saya merasa belum terima apa-apa kok didebet seenaknya saja," ujar warga Samirono, Caturtunggal, Depok, Sleman ini.
Yekti yang mengaku menanamkan dana sejak 2014 justru digugat balik oleh KSP-SB karena pada Desember 2020 melaporkan kerugian yang dialaminya ke Polda DIY. Pada 27 Oktober ia akan menjalani sidang mediasi kedua.
"Saya dulu ditawari (bergabung) oleh marketingnya yang juga murid ngaji saya," ujar dia.
Nasabah lainnya, Sardiman (53) menuturkan terakhir masih memiliki simpanan dana di KSP-SB senilai Rp2,4 miliar. Namun demikian, hingga kini uang yang rencananya hendak ia gunakan untuk membangun usaha rumah indekos itu belum kunjung bisa ia tarik.
"Menjelang masa pensiun saya harapannya punya investasi mau bangun rumah indekos, tapi berhubung uangnya masuk ke sini saya tidak bisa apa-apa," kata salah satu karyawan BUMN ini.
Sebelumnya, saat Paripurna Rapat Anggota Tahunan KSP-SB di Bogor, Jawa Barat, Juni 2021, Ketua KSP SB Vini Noviani mengatakan kendati menghadapi masa sulit di tengah pandemi, pihaknya mengklaim tetap melakukan pelayanan yang optimal bagi anggota koperasi.
"Ratio keuangan memang mengalami penurunan dengan NPL mencapai 3,12 persen namun yang menggembirakan masyarakat masih tetap percaya bahwa kami akan bangkit, sepanjang 2020 anggota malah meningkat 4,14 persen, dari 173.875 tahun 2019 menjadi 181.072 tahun 2020," tutur Vini.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021