Dosen Fakultas Teknik UB Eka Maulana, ST MT M-Eng-UB Tech dalam siaran persnya di Malang, Jumat mengatakan teknologi bermodelkan sistem tetes (drip) ini dikendalikan berdasarkan kadar air dari media tanam.
"Secara logika ketika tanah kering, maka sistem drip ini aktif. Berapa kadar air dalam media itu, kapan sistem drip itu aktif, itu data dan informasi terkait mekanisme dikirim melalui koneksi IoT. Secara prinsip yang sudah diterapkan air dengan tambahan nutrisi saja," kata Eka.
Eka menjelaskan, sistem itu tidak hanya bisa digunakan untuk irigasi, tapi bisa digunakan untuk deteksi lain, termasuk kebutuhan nutrisi, pencahayaan, suhu, serta kelembaban greenhouse kebun melon tersebut.
"Dalam prosesnya, sistem drip irrigation bekerja sesuai dengan kebutuhan nutrisi masing-masing tanaman yang akan diairi. Jadi bukan sekadar dari seberapa banyak dia mengairi tanaman, tapi disesuaikan dengan usia tanaman. Pengendalian sistem ini termonitor dari segi waktu dan variabel data yang sudah terekam dengan baik," kata Eka, yang juga menjabat sebagai dosen Teknik Elektro UB ini.
Manager Pertanian dan Pengembangan ATP Suyadi mengatakan proses pemberian nutrisi melalui air yang dialirkan ke media pada tanaman secara berkala tersebut diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
"Dalam sehari bisa dilakukan sebanyak lima sampai 10 kali, sehingga dengan teknologi itu kita tidak perlu secara manual memberikan nutrisinya. Bisa ditinggal untuk mengerjakan pekerjaan yang lain, karena secara otomatis akan menyalakan mesin drip dan mengaliri nutrisi ke media tanam sesuai dengan kebutuhan tanaman," kata Suyadi
Suyadi mengaku dengan IoT mempermudah pekerjaan, karena secara otomatis mesin akan menyala ketika media tanam sudah membutuhkan nutrisi.
"Sehingga tidak sampai terjadi kekurangan nutrisi. Karena jika kita manual, maka kita masih menggunakan insting saja kapan tanaman membutuhkan nutrisi," katanya.
Penerapan sistem drip tersebut, menurut dia, ternyata memberikan hasil maksimal pada tanaman melon.
"Hasil buahnya bisa lebih bagus dan ideal, sebab ketersediaan nutrisinya stabil. Karena jika nutrisinya tidak stabil, maka perkembangan buah melon tidak optimal, buah bisa pecah atau tingkat kemanisan akan rendah," katanya.
Suyadi menambahkan, melon yang dibudidayakan dengan menggunakan sistem drip irrigation tersebut berkualitas premium, mulai dari rasa, net atau kulit berjaring yang tersusun rapi, dan berat yang ideal dibandingkan melon yang konvensional.
"Pasarnya eksklusif, jadi memang rasa pasti berbeda dengan yang dijual pada pasar konvensiaonal. Di Jatikerto ada beberapa jenis dari yang jenis rock, golden, dan honey," katanya.
Ia menjelaskan proses budi daya pertanian berbasis teknologi di Jatikerto ini juga dijadikan sebagai laboratorium bagi mahasiswa jurusan teknik elektro.
"Jika tanaman melon dibudidayakan menggunakan sistem hidroponik, maka yang dilakukan mahasiswa tersebut adalah budi daya aeroponik untuk sayuran," katanya.
Ia menjelaskan, selain nutrisi yang lebih mudah diserap, penanaman dengan metode aeroponik juga mengalami pertumbuhan lebih cepat karena menggunakan pencahayaan dengan sinar LED yang lebih konstan dibandingkan sinar matahari.
“Kami dapat menggunakan sinar LED untuk memicu fase generatif dan fase vegetatif pada tanaman, sehingga terjadi peningkatan nutrisi, pertumbuhan lebih cepat, serta memperoleh tekstur dan rasa daun seperti yang diinginkan,” katanya.
Salah satu anggota tim yang juga mahasiswa teknik elektro, Muhammad Romadhani Prabowo mengatakan dengan sistem ini tanaman akan terhindar dari hama atau jamur. Sayuran lebih aman untuk dikonsumsi, bahkan tidak perlu dicuci. Kualitas hasil panen juga lebih tahan lama dibandingkan dengan tanaman hidroponik.
Konsep aeroponik saat ini dibudidayakan pada tanaman hidroponik, seperti selada, sawi, pak choy, basil, bayam. “Saat ini kami juga mengeksplorasi tanaman herbal untuk pengobatan atau tanaman dengan nilai ekonomis yang tinggi, seperti daun mint dan lemon balm,” kata Romadhoni.
Sementara itu pengembangan budi daya melon berbasis IoT muncul dari pengelolaan pertanian hortikultura di Indonesia yang masih banyak dilakukan secara konvensional dan minim dalam penggunaan teknologi. Hal ini berdampak pada ketidakstabilan produktivitas tanaman.
Selain itu, konsep pengembangan juga dilandasi dari Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diluncurkan oleh Kemdikbud Ristek, yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memperkaya wawasan dan kompetensinya sesuai dengan passion dan cita-citanya.
Sebelumnya, berbagai macam bentuk kegiatan pembelajaran dalam MBKM sudah diikuti mahasiswa UB, di antaranya pertukaran pelajar, magang, membangun desa, wirausaha serta penelitian.
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021