"Saya tidak berhenti dan lelah untuk memastikan asas rekognisi dan subsidiaritas desa benar-benar terimplementasi di lapangan. Para pendamping desa harus mempercepat realisasi dua asas yang menjadi ruh di Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa tersebut," ujar Mendes PDTT dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan rekognisi desa merujuk pada eksistensi desa. Pada praktiknya, rekognisi desa ditunjukkan dengan pemberian kode wilayah desa yang menjadi basis eksistensi desa untuk mendapatkan Dana Desa, serta menjalankan keseluruhan rangkaian kegiatan pembangunan desa dan pemberdayaan warga desa.
Sedangkan asas subsidiaritas, katanya, merupakan wewenang yang melekat pada desa karena telah menjadi tradisi, berlangsung berpuluh tahun dan biasa dijalankan di tingkat desa.
"Asas subsidiaritas ini pada praktiknya kerap dijadikan rujukan bagi kepala desa atau perangkat desa dalam menyelesaikan konflik antarwarga tanpa harus menggunakan pendekatan hukum formal. Ini merupakan kekayaan luar biasa dari desa-desa di Indonesia," kata Gus Halim, demikian ia biasa disapa.
Gus Halim menyatakan asas rekognisi dan subsidiaritas desa itu harus dijaga di tengah cepatnya pembangunan desa. Di sinilah pentingnya peran pendamping desa untuk menjaga dua asas tersebut benar-benar bisa menjadi modal dasar bagi percepatan pembangunan desa.
"Pendamping desa merupakan elemen penting dalam percepatan pembangunan desa. Salah satunya dengan menjadikan asas rekognisi dan subsidiaritas benar-benar menjadi ruh pembangunan desa," katanya.
Posisi ideal pendamping desa, menurut Gus Halim, adalah membersamai desa. Dengan demikian pendamping desa berada di samping desa, bersama-sama desa, dan tidak mendahului desa.
"Pendampingan masyarakat bukan seperti proyek yang sekali datang langsung selesai, pendampingan bersifat terus menerus, setiap hari, sepanjang tahun," katanya.
Saat ini, kata dia, banyak pendamping desa yang berhasil menunjukkan peran terbaiknya dalam membersamai desa.
Ia mencontohkan keberhasilan Nurul Hidayah, pendamping desa di Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah, dalam mengembangkan Desa Ramah Difabel.
Di tengah keterbatasan yang ada, Nurul Hidayah mampu meyakinkan pihak-pihak di level supra desa agar bisa terlibat pengembangan desa ramah difabel di wilayah dampingannya.
"Dia mampu mengajak lembaga swadaya masyarakat dan pegiat disabilitas untuk masuk ke desa. Inisiatif-inisiatif seperti inilah yang dibutuhkan dari sosok pendamping desa, sehingga berbagai kendala dan tantangan dalam percepatan pembangunan desa bisa terselesaikan," tutur Gus Halim.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021