Pengamat politik dari Universitas Maritim Raja Ali Haji Bismar Arianto berpendapat digitalisasi pemilu dapat dilakukan pada sebagian daerah di Indonesia yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai.Pemerintah dan penyelenggara pemilu harus berani memulai itu.
"Pemanfaatan teknologi dalam pemilu untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu, bukan hal yang mustahil dilaksanakan di sebagian daerah jika tidak memungkinkan diselenggarakan di seluruh Indonesia. Pemerintah dan penyelenggara pemilu harus berani memulai itu," kata Bismar Arianto, di Tanjungpinang, Sabtu.
Bismar memahami sarana dan prasarana pada sebagian daerah di Indonesia belum memadai untuk pelaksanaan e-Voting dan e-Rekap. Salah satu penyebabnya yakni jaringan internet yang kurang memadai.
Namun, pemerintah dan penyelenggara pemilu memiliki waktu yang cukup untuk mendorong pihak penyedia jasa internet membangun jaringan internet berkapasitas tinggi di daerah-daerah yang belum terjangkau.
Bila itu tidak memungkinkan, maka digitalisasi pemilu cukup dilaksanakan di daerah yang memiliki jaringan internet yang memadai.
"Kalau ditanya apakah itu (sebagian daerah melaksanakan e-Voting) diperbolehkan atau tidak, semestinya boleh," ujarnya lagi.
Pengecualian dalam pemilu sebelumnya telah diatur dan dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu. Contohnya, sejumlah desa di Papua melaksanakan pemungutan suara dengan sistem noken atau sistem ikat.
Pelaksanaan noken diawali dengan rapat musyawarah yang melibatkan warga masyarakat secara keseluruhan atau orang-orang tertentu sebagai perwakilan untuk mengambil keputusan. Kemudian masyarakat adat Papua mempercayakan kepada orang-orang tertentu untuk menitipkan hak suaranya dalam pemilu.
"Poin yang ingin saya sampaikan dari contoh itu, yakni ada pengecualian dalam pemilu. Dan pengecualian itu pula yang menggiring opini publik bahwa digitalisasi pemilu dapat dilaksanakan di sebagian daerah di Indonesia," katanya pula.
Menurut dia, status e-Rekap yang dipergunakan selama ini perlu ditingkatkan dari sebagai alat bantu dan publikasi, menjadi hasil rekapitulasi resmi.
"Kalau hanya sebatas alat bantu, dan ujung-ujungnya menggunakan cara konvensional, tentu tidak optimal. Yang perlu ditingkatkan yakni kapasitas atau kemampuan dalam melaksanakan digitalisasi pemilu, sehingga menjadi alat ukur resmi dalam pemilu," ujarnya pula.
Sebelumnya, Anggota KPU RI Arief Budiman mengatakan pihaknya sejak tahun 2009 selalu menggunakan teknologi dalam penyelenggaraan pemilu. Namun teknologi yang digunakan sesuai yang berkembang pada saat itu.
"Kita gunakan berbagai aplikasi untuk memudahkan pelaksanaan pemilu," katanya.
Ketua KPU RI Iham Saputra mengatakan kebutuhan pemilu bukan e-Voting, melainkan e-Rekap. "Yang kita butuhkan untuk e-Rekap. Ini yang perlu ditingkatkan kapasitasnya," ujarnya pula.
Baca juga: Upaya pembenahan pemilu di era digitalisasi
Baca juga: Pengamat mendorong Pemilu 2024 berbasis digital
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021