• Beranda
  • Berita
  • Menanti hasil perang terhadap pinjol ilegal melalui upaya literasi

Menanti hasil perang terhadap pinjol ilegal melalui upaya literasi

23 Oktober 2021 11:48 WIB
Menanti hasil perang terhadap pinjol ilegal melalui upaya literasi
Suasana ruang kerja jasa Pinjol usai penggerebekan kantor jasa pinjaman online (Pinjol) oleh Dit Reskrimsus Polda Metro Jaya di Cipondoh, Tangerang, Banten, Kamis (14/10/2021). Dalam penggerebekan tersebut polisi mengamankan 56 orang karyawan yang bekerja di bagian penawaran hingga penagihan. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.

OJK akan terus bekerja sama dengan Polri, Kemkominfo, dan para pihak terkait lainnya, untuk menutup perusahaan pinjol ilegal atau tidak terdaftar

Dalam dua minggu terakhir, para pemilik perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal di seluruh Indonesia, sepertinya tidak bisa merasakan nikmatnya tidur nyenyak.

Pihak kepolisian beserta pemangku kepentingan terkait telah menjalankan tugas sebagai penegak hukum dengan melakukan penggerebekan lokasi sindikat pinjol yang meresahkan masyarakat tersebut.

Tidak hanya di Jakarta, aksi penegakan hukum ini juga dilakukan di Surabaya, Yogyakarta maupun Tangerang melalui berbagai aksi gabungan.

Pinjol ilegal sudah lama meresahkan masyarakat karena memberikan kemudahan pembiayaan dalam berbagai modus tanpa persyaratan yang ketat dengan pengenaan bunga tinggi.

Sindikat ini hadir karena melihat peluang dari kondisi masyarakat yang membutuhkan pendanaan secara cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun sekunder.

Pelaku juga sangat licin karena sejak lama mampu berkelit dari penegak hukum, mengingat pinjol ilegal tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan beroperasi dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Fenomena pinjol ilegal muncul seiring dengan pesatnya gelombang digitalisasi di tengah pandemi COVID-19, yang memunculkan bank digital, asuransi digital, pembayaran elektronik (e-payment), dan layanan finansial berbasis teknologi (fintech).

Namun, meminjam dari pinjol yang tidak berizin ini mempunyai risiko tinggi karena adanya penawaran bunga yang mencekik dan tidak ada perjanjian mengikat yang jelas.

Bahkan, di beberapa kasus, pinjol ilegal langsung memberikan dana kepada debitur tanpa persetujuan secara resmi, dengan memanfaatkan kepemilikan data nasabah, yang biasanya diperoleh melalui jalur tidak resmi.

Parahnya, hal tersebut juga dengan sikap penagih utang yang tidak segan-segan melakukan berbagai aksi ancaman kepada debitur dalam melakukan proses penagihan.

Aksi yang meresahkan itu sempat menjadi pemberitaan beberapa waktu lalu, setelah adanya kabar debitur yang bunuh diri karena tidak sanggup melunasi utang pinjol.

Di lain kesempatan, beredar juga kabar adanya debitur yang terpaksa harus mencuri barang-barang milik tetangga maupun kerabat dekat karena persoalan utang pinjol.

Kondisi ini tidak hanya menimbulkan permasalahan ekonomi, tapi juga melahirkan fenomena sosial baru di masyarakat, terutama karena ketiadaan penegakan hukum yang jelas.

Tidak mengherankan apabila Presiden Joko Widodo dalam kegiatan OJK Virtual Innovation Day, Senin (11/10/2021), sempat menyoroti fenomena pinjol yang menjerat masyarakat dengan bunga tinggi di tengah pesatnya digitalisasi sektor keuangan.

Untuk itu, ia meminta OJK dan pelaku industri jasa keuangan menjaga dan mengawasi perkembangan digitalisasi sektor keuangan agar tumbuh secara sehat dan berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat.

Selanjutnya, Presiden juga menginginkan OJK dan pelaku industri jasa keuangan untuk membangun ekosistem keuangan digital yang bertanggung jawab, kuat, dan berkelanjutan.

Kemudian, ekosistem keuangan digital harus memiliki kebijakan mitigasi risiko terhadap masalah hukum dan sosial untuk mencegah kerugian dan memberikan perlindungan bagi masyarakat.

OJK dan pelaku industri, kata Presiden, juga perlu memberikan literasi keuangan dan literasi keuangan digital kepada masyarakat agar masyarakat mendapatkan manfaat luas dari pertumbuhan sektor keuangan digital.

Terakhir, Presiden juga berharap industri ekonomi dan keuangan digital dapat memberikan akses kegiatan ekonomi yang lebih besar kepada masyarakat bawah, sehingga dapat turut mengurangi ketimpangan sosial.

"Saya titip kepada OJK dan pelaku usaha di dalam ekosistem ini untuk memastikan inklusi keuangan yang harus diikuti dengan percepatan literasi keuangan dan literasi digital, agar kemajuan inovasi keuangan digital memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan mendorong perekonomian yang inklusif," kata Presiden.

Baca juga: Presiden soroti banyak warga terjerat bunga tinggi pinjaman online


Penegakan hukum

Selama ini, OJK melalui Satgas Waspada Investasi hanya melakukan penindakan berupa penutupan pinjol ilegal berdasarkan penelusuran internal maupun laporan dari masyarakat.

Namun, rupanya kebijakan itu dirasakan belum terlalu efektif mengingat laporan kasus pinjol ilegal yang meresahkan masih bertambah. Hingga akhirnya aparat penegak hukum berkoordinasi dengan OJK dan BI langsung melakukan aksi tegas.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memastikan gerak cepat penindakan hukum pidana dan perdata ini hanya berlaku bagi para pelaku pinjol ilegal, kecuali bagi perusahaan financial technology (fintech) peer to peer lending yang telah memiliki lisensi dari OJK atau pinjol legal.

"Dengan ini maka kita menegaskan, kita hanya akan melakukan tindakan tegas terhadap pinjol ilegal. Untuk pinjol-pinjol lain yang legal, sudah berizin dan sah akan berkembang. Karena justru itu yang kita harapkan," tuturnya.

Ia bahkan langsung meminta korban pinjol ilegal tidak usah membayar utangnya. Bagi korban yang merasa diteror, bisa segera melaporkan kepada kantor polisi terdekat.

"Kalau tidak membayar lalu ada yang tidak terima, diteror, lapor kepada kantor polisi terdekat. Polisi akan memberikan perlindungan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Mahfud mengatakan para pelaku pinjol ilegal bisa dikenakan ancaman hukuman atas tindakan pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan, UU ITE, dan perlindungan konsumen.

"Kita tadi menyinggung kemungkinan penggunaan Pasal 368 KUH Pidana, yaitu pemerasan. Lalu ada Pasal 335 KUH Pidana tentang perbuatan tidak menyenangkan yang bisa dipakai. Kemudian, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU ITE Pasal 29 dan Pasal 32 ayat 2 dan ayat 3," katanya.

Tindakan tegas ini juga disertai dengan janji Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso yang akan terus memberantas layanan pinjol tidak berizin dan meresahkan masyarakat ke seluruh wilayah Tanah Air.

Wimboh memastikan OJK akan terus bekerja sama dengan Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan para pihak terkait lainnya, untuk menutup perusahaan pinjol ilegal atau tidak terdaftar.

"Ke depan, senantiasa akan terus kami lakukan di seluruh wilayah Indonesia, edukasi kepada seluruh masyarakat dan memberantas produk-produk yang ilegal," katanya.

Sejak 2018, OJK bersama Kepolisian RI dan Kemkominfo tercatat telah memblokir 3.516 aplikasi atau situs pinjol ilegal.

Sebagian besar pinjol ilegal itu tidak terdaftar di OJK, menawarkan bunga dan jangka waktu pinjaman tidak jelas, tidak mempunyai laman informasi perusahaan pinjol yang kredibel, dan meminta akses data pribadi secara berlebihan.

Masyarakat dapat menghubungi OJK di kontak telepon 157 untuk memeriksa legalitas pinjol, atau melalui kontak Whatsapp 081157157157, dan pesan elektronik konsumen@ojk.go.id. Masyarakat juga dapat melihat daftar perusahaan pinjol resmi yang mendapat izin OJK di situs www.ojk.go.id.

Saat ini, terdapat 107 pinjol legal yang sudah terdaftar dan mendapat izin dari OJK. Seluruh pinjol legal tersebut harus tergabung dalam asosiasi fintech atau layanan finansial berbasis teknologi.

Meski demikian, Wimboh juga meminta perusahaan pinjol legal yang sudah terdaftar di OJK dapat memperbaiki layanan kepada debitur dengan memberikan suku bunga yang lebih murah dan cara penagihan yang tidak melanggar etika.

"Untuk yang sudah terdaftar (legal) terus kami tingkatkan agar bisa berikan pelayanan yang lebih baik, suku bunga lebih murah, dan penagihan terus ditingkatkan supaya tidak menimbulkan ekses di lapangan," katanya.

Selain itu, OJK akan terus melakukan literasi keuangan agar masyarakat bisa memperoleh pemahaman yang memadai atas produk keuangan serta layanan pembiayaan yang berkualitas.

Baca juga: Mahfud minta korban pinjol ilegal tak usah membayar utang
Baca juga: Polri ungkap 13 kasus "pinjol" ilegal


Dukungan tindakan tegas

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi mengapresiasi dan mendukung langkah kepolisian yang menindak tegas pinjol ilegal karena telah merugikan masyarakat.

Ia juga menilai masih maraknya pinjol ilegal di kalangan masyarakat ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kemudahan dalam membuat aplikasi/situs/web dan literasi yang rendah dari masyarakat dalam mengakses layanan keuangan.

Minimnya literasi itu yang membuat masyarakat enggan melakukan pengecekan legalitas, mudah tergiur pinjaman cepat dan bernilai besar, masih adanya nasabah nakal yang sengaja tidak membayar atau berpenghasilan tidak cukup dan lain-lain serta adanya financing gap.

"AFPI, sebagai wadah bagi para pelaku usaha fintech P2P (peer to eer) lending atau fintech pendanaan bersama legal, mengimbau masyarakat untuk menghindar dari jeratan pinjaman illegal, dengan mengetahui ciri-cirinya," kata Adrian.

Peneliti ekonomi senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet ikut menilai penegakan hukum yang tegas oleh OJK dan Polri dapat mempersempit gerak pelaku pinjol ilegal.

Kendati pengawasan itu mampu menekan keberadaan pinjol ilegal, Yusuf mengingatkan pemangku kepentingan terkait tidak lengah karena tidak menutup kemungkinan pinjol ilegal akan kembali muncul di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk mengatasi akar permasalahan dari maraknya pinjol ilegal yakni literasi keuangan masyarakat.

OJK dan pihak terkait juga harus mengevaluasi sosialisasi produk-produk keuangan termasuk pinjol yang mungkin belum efektif bagi masyarakat.

"OJK perlu melihat kembali tingkat literasi keuangan masyarakat secara luas. Apakah kemudian sudah aware terhadap risiko-risiko yang bisa muncul dari sektor keuangan termasuk di dalamnya online ini apalagi yang ilegal," kata Yusuf.

Secara keseluruhan, sinergi dalam penindakan hukum ini patut diapresiasi karena merupakan solusi jangka pendek untuk mengatasi berbagai persoalan yang ditimbulkan pinjol ilegal.

Ke depannya, tentu akan lebih baik, upaya literasi, edukasi maupun sosialisasi dilakukan secara terus menerus, mengingat kejahatan finansial selalu berkembang menjadi bentuk baru, seiring dengan tingginya permintaan atas pendanaan serta makin canggihnya perkembangan teknologi.

Baca juga: OJK janji akan berantas pinjol ilegal ke seluruh Indonesia

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021