Sorak-sorai dan keriuhan penonton terus mengiringi jalannya lomba permainan tradisional yang dilabeli Liga Bentengan Cup itu, terutama saat masing-masing tim peserta yang masuk fase final saling adu ketangkasan dan kekompakan dalam upaya merebut benteng lawan.
"Alhamdulillah, selama empat hari penyelenggaraan lomba ini selalu ramai penonton," kata ketua panitia lomba permainan tradisional Bentengan di Desa Sumberejo Kulon, Kecamatan Ngunut, Tulungagung, Pujiari Sasmiko dikonfirmasi usai lomba.
Sejumlah penonton mengaku senang dengan digelarnya lomba permainan tradisional itu. Selain menghibur, lomba permainan tradisional itu menjadi ajang nostalgia orang-orang dewasa dan kaum sepuh akan budaya lokal yang mulai hilang akibat tergerus budaya permainan modern di era digital saat ini.
Baca juga: Museum Siginjei hidupkan permainan tradisional egrang di Jambi
Banyak warga berharap lomba permainan tradisional itu bisa digelar rutin untuk menggairahkan kembali budaya leluhur. Semangat dalam lomba adu ketangkasan penguasaan benteng oleh dua tim itu dianggap memiliki nilai positif untuk membangun kekompakan sekaligus keakraban antarpemuda.
"Akan sangat bagus kalau lomba-lomba permainan tradisional ini menjadi agenda rutin, agar anak-anak sekarang tidak terus terjebak dalam permainan daring yang membuat mereka menjadi asosial (kurang peduli lingkungan sosial)," kata Joko Pramono, salah satu penonton dari Desa Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung.
Saking senangnya dengan permainan tradisional itu, Joko sengaja mengajak dua anaknya untuk menonton. Kata dia, anak-anak di era sekarang nyaris sudah tidak mengenali budaya permainan tradisional yang sempat hits di era kemerdekaan hingga orde baru tersebut.
Liga bentengan cup sudah digelar sejak Rabu (20/10). Hari Sabtu (23/10/21) merupakan final liga bentengan ini.
Di final mempertemukan antara tim Jaguar dan Sengkuni, keduanya berasal dari desa setempat.
Sengkuni berhasil merebut gelar juara setelah mengalahkan tim Jaguar. "Pemenangnya adalah tim Sengkuni," kata Sasmiko.
Permainan ini diikuti oleh 19 tim, dari mulai remaja hingga dewasa.
Peserta berasal dari beberapa kecamatan di Tulungagung, hingga dari Kediri. "Jadi memang mengusung kegiatan masyarakat atau budaya lokal yang merupakan warisan tak benda," katanya.
Baca juga: Kemendikbudristek minta guru aktif kenalkan permainan tradisional
Sementara itu, Kepala Desa Sumberejo Kulon, Suhardi mendukung lomba permainan tradisional ini.
Sebagai bentuk dukungan, pihaknya menyediakan uang tunai sebagai hadiah."Kami dari PAD (pendapatan asli desa) dari pujasera Mbalung Kawuk ini,” jelas Suhardi.
Hardi mengapresiasi masih adanya pemuda yang peduli dengan permainan tradisional.
Lomba yang dilakukan bertepatan dengan hari Kebangkitan Nasional ini seakan menjadi lecut pemuda untuk turut serta membangun negara ini. (*)
Baca juga: Menteri PPPA ajak rayakan Hari Anak melalui permainan tradisional
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021