Pandemi COVID-19 telah memukul seluruh sendi kehidupan, termasuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengalami kesulitan memasarkan produk akibat pengetatan mobilitas di seluruh wilayah Indonesia.Tingginya nilai pasar digital tersebut diharapkan bisa semakin mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional,
Padahal sektor UMKM ini diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi di tengah gelombang PHK akibat banyaknya pelaku usaha yang mengalami kesulitan.
Jumlah UMKM pada 2018 mencapai 64,2 juta atau 99,9 persen dari seluruh usaha yang beroperasi di Tanah Air, sehingga sektor tersebut menyumbang 60,3 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia, serta menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari total lapangan kerja.
Baca juga: Erick Thohir apresiasi BRI dampingi UMKM jalani transformasi digital
Berbagai strategi pun digiatkan UMKM untuk bertahan di tengah pandemi, namun pemanfaatan internet dan Teknologi Informasi (TI) menjadi salah satu cara yang paling mendominasi dan membantu UMKM dalam menjalankan usahanya, bahkan meningkatkan pendapatan di tengah pandemi.
Sarana daring dalam memasarkan produk menjadi solusi yang menjanjikan di tengah COVID-19, pasalnya pembatasan aktivitas masyarakat mengakibatkan cara pemasaran secara konvensional menjadi terbatas.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) di 2020 menyebutkan sekitar 47,75 persen pelaku usaha sudah memanfaatkan internet dan teknologi informatika (TI) untuk pemasaran secara daring sejak sebelum pandemi. Sedangkan di tengah pandemi
perusahaan yang memanfaatkan internet dan TI baru sekitar sekitar 5,76 persen..
Perusahaan yang sudah melakukan pemasaran secara daring sebelum pandemi tercatat memiliki pendapatan lebih tinggi 1,14 kali dibanding usaha yang baru mulai memasarkan produknya secara daring saat pandemi.
Pengaruhi penjualan
Sebanyak empat dari setiap lima pelaku usaha yang menggunakan internet dan TI untuk pemasaran secara daring mengaku bahwa cara tersebut berpengaruh dalam penjualan produk mereka.
Salah satunya dialami Alvian Rachmansyah (32) seorang pengusaha pempek yang mengalami peningkatan penjualan hingga 180 paket per hari, sejak mulai memasarkan produk makanannya secara daring di tengah pandemi.
Saat melakukan penjualan dan pemasaran konvensional, ia mengaku hanya berhasil melakukan penjualan 40 paket pempek per hari, yang kemudian turun menjadi empat paket per hari saat pandemi COVID-19 melanda.
Kuliner memang menjadi salah satu sektor usaha UMKM yang terdampak COVID-19, tercermin dari riset Paper.id dan SMESCO yang menunjukkan 43,09 persen UMKM di sektor tersebut mengalami penurunan omzet, terutama pelaku usaha yang menjual produknya secara tatap muka seperti bisnis katering.
Kendati demikian, UMKM kuliner masih mampu bertahan dan tumbuh di tengah pandemi karena permintaan masyarakat yang beralih dari secara langsung menjadi secara daring, misalnya melalui marketplace atau media sosial.
"Permintaan pelanggan memang berubah selama pandemi menjadi lewat media sosial. Berjualan secara daring sangat membantu saya dan manfaatnya tidak hanya melalui uang tetapi juga kredibilitas dari penjualan produk saya," ungkap Alvian.
Baca juga: UMKM online bukan sekadar tren
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengatakan sebanyak 6,5 juta pelaku UMKM beralih ke ekosistem digital sejak Juni 2020 sampai dengan Juni 2021 untuk beradaptasi dengan pandemi.
Angka tersebut meningkat secara signifikan jika dibandingkan jumlah pelaku UMKM yang masuk ke ekosistem digital selama 10 tahun sejak marketplace hadir di Tanah Air, yakni sebanyak delapan juta UMKM.
Pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta UMKM beralih ke ekosistem digital pada tahun 2021, sehingga ke depannya dibutuhkan lima juta UMKM setiap tahunnya untuk masuk ke ekosistem digital.
Jika melihat perkembangan maraknya UMKM yang beralih ke dunia digital saat ini, target tersebut rasanya akan mudah digapai pemerintah.
Belum lagi, digitalisasi memberikan manfaat yang banyak dan signifikan pada pelaku UMKM, seperti yang dirasakan Alvian, sehingga para pelaku usaha semakin tertarik untuk melakukan digitalisasi usahanya.
CEO and Founder Tokopedia William Tanuwijaya pun melihat UMKM kian berani beralih ke ekosistem digital selama pandemi, bahkan sebanyak 86 persen dari empat juta mitra baru yang bergabung di ekosistem GoTo adalah pengusaha baru.
Baca juga: UKM dibayangi bahaya serangan siber
Menurut sebuah riset terbaru, Tokopedia memang menjadi e-commerce paling populer di kalangan UMKM, hal tersebut karena Tokopedia dinilai memberi frekuensi transaksi yang paling tersering, memiliki kualitas fitur terbaik yang mudah dioperasikan oleh penjual, hingga memberikan omzet penjualan terbesar bagi para pelaku UMKM.
Cindy Siahaan (22) memilih untuk memasarkan produknya melalui Tokopedia dibandingkan marketplace lain karena banyaknya kelebihan serta kemudahan yang didapat, salah satunya fitur iklan yang semakin meningkatkan penjualannya.
Dirinya mengaku mulai berjualan secara daring semenjak pandemi melanda, karena usaha kuliner kecil-kecilannya sepi peminat saat masih dilakukan secara konvensional.
Tak hanya beralih ke digital, perempuan yang masih duduk di bangku kuliah tersebut pun banting setir mengubah jenis usahanya menjadi penyedia alat-alat kesehatan seperti handsanitizer dan disinfektan, dengan harapan diminati oleh banyak orang karena dibutuhkan selama pandemi.
Harapan tersebut berbuah manis, dirinya berhasil menjual 15 botol disinfektan dan 48 buah handsanitizer setiap harinya melalui Tokopedia.
Tokopedia kini mencatat terdapat lebih dari 11 juta penjual di platform-nya dan hampir 100 persen adalah UMKM lokal yang terdiri dari produsen maupun reseller.
Kontribusi
Dengan demikian, UMKM kini memberi kontribusi yang cukup signifikan kepada perekonomian digital RI, di mana pada 2020 nilai ekonomi digital di Tanah Air mencapai 44 miliar dolar AS dan diproyeksikan meningkat menjadi 125 miliar dolar AS di tahun 2025.
Baca juga: Peningkatan kemampuan digital UMKM percepat digitalisasi nasional
Tingginya nilai pasar digital tersebut diharapkan bisa semakin mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional, terutama pasca pandemi COVID-19.
Peningkatan digitalisasi UMKM pun akan membuat Indonesia semakin bisa bersaing dengan negara lain dan membuat seluruh masyarakat tak terkecuali menengah ke bawah akan lebih melek teknologi.
Dari segi sistem pembayaran, digitalisasi juga terus dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) kepada UMKM, tercatat sebanyak 11,4 juta UMKM telah tersambung dengan platform digital melalui QR Code Indonesian Standard (QRIS), dan ditargetkan mencapai 12 juta hingga akhir 2021.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021