Ketua Tim DOKAR UB Medea Ramadhani Utomo di Batu, Senin mengatakan dengan diterapkannya agrofrestry, petani tidak mengalami kebingungan jika harga sayuran murah, karena mereka masih memiliki cadangan tanaman buah yang dapat dijual dengan harga tinggi.
"Selama ini banyak petani yang memanfaatkan lahannya untuk ditanami satu jenis tanaman. Ada beberapa risiko jika menanam secara monokultur," ujarnya.
Beberapa risiko tersebut, kata dia, di antaranya menyebabkan pengurasan unsur hara, tidak sehatnya tanah secara fisik dan kimia, rawan untuk lahan miring, harga produk pertanian tidak stabil, kecilnya peluang petani untuk berinovasi, minimnya keanekaragaman hayati dan ketergantungan petani dengan permintaan pasar.
Melihat sejumlah permasalahan yang dihadapi petani dengan sistem monokultur tersebut, Tim DOKAR UB menginisiasi kegiatan penerapan sistem agroforestry di lahan pertanian milik kelompok tani Sumber Rejeki sebagai demplot agroforestry pertama, yang nantinya diperluas ke sejumlah kelompok tani di Kota Batu maupun di daerah lain.
Sementara itu, Ketua Komunitas Manajemen Hutan Indonesia Universitas Brawijaya Dr Asihing Kustanti mengemukakan perluasan akses masyarakat sekitar hutan dalam memanfaatkan lahan dan mengambil hasil-hasil yang diusahakan semakin diperluas dengan kebijakan pemerintah dalam upaya percepatan mengeliminasi tingkat kemiskinan.
Menurut dia, dukungan pemerintah untuk memperluas akses masyarakat dalam memanfaatkan lahan di hutan negara melalui Peraturan Pemerintah Nomor P.39/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani dengan Sstem Budi Daya Agroforestry.
"Yaitu sistem pencampuran penanaman yang didominasi pepohonan kayuan dan buah-buahan dengan tanaman musiman atau pertanian," katanya.
Anggota Tim DOKAR UB lainnya, Prof Kliwon Hidayat dan Prof Keppi Sukesi menambahkan bahwa secara tidak langsung sistem agroforestry dapat mendorong kemandirian ekonomi petani. Selain itu, membuka peluang para petani untuk lebih inovatif dalam mengembangkan berbagai komoditas yang potensial di Desa Giripurno.
Sebagai langkah awal sistem agroforestry yang dikenalkan Tim DOKAR UB adalah penanaman jeruk, alpukat, kopi dan nangka yang dikombinasikan dengan tanaman musiman yang dikelola oleh kelompok tani.
Demplot percontohan ini harapannya dapat menjadi laboratorium bagi warga desa, khususnya petani untuk terus berinovasi.
Demplot tanaman kombinasi tersebut, kata kliwon, sekaligus sebagai uji coba pemanfaatan eco enzym yang diproduksi Tim DOKAR UB. Ada sejumlah tanaman yang dipupuk dengan eco enzym dan sejumlah tanaman lainnya dengan jenis pupuk kimia, seperti urea.
"Setelah beberapa bulan nanti kita lihat bagaimana pertumbuhannya, apakah ada perbedaan antara yang menggunakan pupuk eco enzym dengan pupuk kimia," kata pembuat produk eco enzym UB Dr Riyanti.
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021