Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menegaskan bahwa Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) berbeda dengan tax amnesty.Jadi ada program yang ditawarkan pemerintah melalui UU HPP ini yaitu Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang betul-betul inisiatifnya Wajib Pajak (WP)
Menurut Suryo, dalam tax amnesty pada 2016, pemerintah belum memiliki data dan informasi terkait WP yang belum patuh membayar pajak.
"Jadi ada program yang ditawarkan pemerintah melalui UU HPP ini yaitu Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang betul-betul inisiatifnya Wajib Pajak (WP)," kata Suryo dalam Sosialisasi UU HPP di Jakarta, Senin.
Menurut Suryo, pada penyelenggaraan tax amnesty pada 2016, karena belum memiliki data dan informasi terkait WP OP dan Badan yang belum patuh pajak, DJP pun mengundang WP untuk datang dan melapor.
"Tapi kalau untuk PPS ini, kami paling tidak sudah mulai mengumpulkan data dan informasi. Nah kami memberi kesempatan kepada WP, sebelum kami turun lebih jauh, silakan dimanfaatkan program ini," ucapnya.
Berdasarkan UU HPP, Program Pelaporan Sukarela akan berlaku mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Pemerintah membagi dua subjek PPS yakni WP Orang Pribadi dan WP Badan peserta tax amnesty 2016, dan WP OP bukan peserta tax amnesty 2016.
Bagi WP OP dan Badan peserta tax amnesty 2016 yang belum mengungkapkan aset perusahaan 31 Desember 2015 saat TA 2016, WP OP dan Badan dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 11 persen untuk deklarasi aset di luar negeri.
Namun, tarif PPh Final menjadi 8 persen untuk deklarasi aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi dan 6 persen untuk aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi dan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau usaha energi terbarukan.
Sementara itu, bagi WP OP yang belum melaporkan aset perolehan 2016-2020 dalam SPT Tahunan 2020, WP OP dikenakan tarif PPh Final 18 persen untuk deklarasi aset di luar negeri, 14 persen untuk aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi, dan 6 persen untuk aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi dan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau usaha energi terbarukan.
Baca juga: Wamenkeu tegaskan tujuan utama PPS tingkatkan kepatuhan wajib pajak
Baca juga: Indef nilai "Tax Amnesty" belum perlu di tengah pemberian insentif
Baca juga: Anggota DPR imbau pemerintah kaji ulang rencana tax amnesty jilid II
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021