"Generasi muda ini adalah generasi yang paling banyak menggunakan media sosial. Sehingga, perlu disertai growth mindset dan pikiran kritis dengan baik. Informasi-informasi yang didapatkan, harus mampu kita pikir, kita cek apakah info ini valid, dan memberikan pengaruh baik bagi kita," kata Analisa dalam jumpa pers virtual, Kamis.
"Resiliensi ini perlu diasah. Kita juga harus bisa beradaptasi dengan cepat, dan mampu mengontrol emosi. Perlu diingat bagaimana kita sebagai pengguna punya kontrol penuh untuk saring informasi yang ada (di media sosial)," ujarnya menambahkan.
Baca juga: Masih merasa kesepian usai bermain medsos hal wajar
Analisa mengatakan, kontrol tersebut dapat didapatkan ketika pengguna memiliki kesadaran diri penuh terhadap apa yang dipikirkan, rasakan, dan lakukan. Menurut dia, akan berbahaya jika pengguna tidak sadar dan tidak mampu mengontrol penggunaan media sosialnya.
Ia memaparkan sebuah riset yang menyatakan ketika seseorang menggunakan media sosial secara berlebih, rupanya dapat memunculkan sebuah kondisi psikologis.
"Kalau penjelasan klinisnya, ini berpengaruh pada neotransmiter, atau sistem kerja otak di kepala kita; yang pada saat kita melihat sesuatu yang relate dengan apa yang kita rasakan, kita merasakan dopamine, dan ada semacam adiksi juga," jelas Analisa.
"Misalnya, ketika kita post sesuatu, dapat likes dan komen, itu juga meningkatkan kadar dopamine kita. Kalau ini berlebih, ini bisa tidak bisa kita tanggulangi dan bisa menjadi fenomena lain seperti FOMO (fear of missing out), hingga merasa dibenci atau di-bully," imbuhnya.
Baca juga: Budaya berpikir sebelum bertindak di medsos cegah perundungan siber
Salah satu hal yang disarankan adalah istirahat sejenak dari layar ponsel dan media sosial. Namun, Analisa mengingatkan, rehat sebentar bukanlah jaminan.
Wanita yang juga merupakan pendiri dari Analisa Personality Development Center (APDC) itu lebih menyarankan para pengguna media sosial untuk membuat nilai hidup (value) yang bisa dipegang untuk dapat menikmati platform maupun aplikasi yang digunakan sehari-hari.
"Jadi, perlu kita pilah lagi. Banyak hal yang bisa kita dapatkan (dari media sosial), tapi carilah yang sesuai dengan value kita dan optimalisasi manfaatnya. Ingat, bahwa kita lah yang mengontrol," kata Analisa.
"Hal lainnya adalah menerima kenyataan bahwa kita itu tidak apa-apa, kok, ketinggalan. Kadang-kadang yang bikin stres, kan, ketika kita merasa, 'Kok teman aku sudah seperti ini,' dan lainnya. Itu yang harus kita sadari kalau hidup bukan perkara kecepatan, tapi adalah tentang bagaimana kita bertahan dalam situasi yang kita tidak nyaman," paparnya.
Baca juga: Delapan kiat jitu detoks media sosial
Baca juga: Cara viralkan konten musik di media sosial
Baca juga: Cerita Timothee Chalamet soal media sosial hingga karier akting
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021