“Mengenali keluarga yang berisiko stunting itu penting. Jadi keluarga mana yang melahirkan stunting itu harus dikenali dan harus didampingi,”
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan mengenali keluarga yang berisiko memiliki anak lahir dalam keadaan stunting (kekerdilan) merupakan strategi penting yang harus dilakukan dalam mempercepat penurunan angka stunting.
“Mengenali keluarga yang berisiko stunting itu penting. Jadi keluarga mana yang melahirkan stunting itu harus dikenali dan harus didampingi,” kata Hasto dalam Komitmen Pemerintah Turunkan Angka Stunting yang diikuti di channel TV One di Jakarta, Jumat.
Hasto menjelaskan hal tersebut merupakan upaya penting untuk Indonesia dapat mencapai angka prevalensi yang ditargetkan pemerintah yakni 14 persen pada tahun 2024. Selain itu, mengawal keluarga yang memiliki potensi dan menghitung populasi bayi juga perlu dilakukan.
Pengenalan, pendampingan dan pengawalan yang dilakukan itu dianggap dapat menekan angka faktor risiko yang menyebabkan anak lahir stunting yang masih tinggi seperti pada ibu hamil dengan anemia, lahirnya bayi secara prematur serta bayi lahir dengan panjang badan kurang dari 48 sentimeter.
Lebih lanjut menurut Hasto, penghitungan populasi bayi diperlukan untuk dapat mengetahui berapa persen bayi yang sudah lahir maupun belum lahir. Cara itu juga dianggap mampu mencegah bayi yang belum lahir menjadi stunting.
Penghitungan populasi dapat dilakukan dengan cara mengukur berapa banyak bayi yang lahir mulai dari bulan Juli 2019 hingga Juni 2024.
“Yang sudah lahir berapa yang belum lahir berapa. Jadi yang belum lahir jangan sampai stunting,” ujar dia.
Melalui penghitungan tersebut, kata dia, potensi stunting yang diprediksi bisa mencapai sebanyak tujuh juta setidaknya bisa ditekan menjadi sebanyak tiga juta sesuai target yang ditetapkan.
“Kalau kita biarkan saja, tidak kita lakukan tindakan, maka yang stunting bisa tujuh juta kan. Tapi kita ingin tujuh juta itu jadi tiga juta, jadi angkanya 14 persen. Menurut saya itu strategi yang penting yang perlu kita lakukan,” ujar dia.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengatakan penanganan stunting menjadi penentu masa depan bangsa sehingga pemerintah perlu serius mengatasi permasalahan tersebut.
“Sekali lagi ini masalah yang serius, masalah yang harus kita tanggulani karena masa depan bangsa kita. Oleh karena itu, saya kira pemerintah tidak bisa main-main menyiapkan anggaran,” kata dia.
Menurut Charles, pendanaan untuk mengatasi stunting saat ini setidaknya sudah tersebar di 19 kementerian yang ada. Namun, pendanaan BKKBN untuk mengatasi stunting hanya berkisar sebanyak Rp700 miliyar.
Padahal, dibutuhkan tanggung jawab yang besar untuk dapat menkoordinir seluruh permasalahan stunting yang ada di Tanah Air. Sudah menjadi tugas bagi negara untuk dapat menambah biaya yang disiapkan, terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
“Menurut saya ini harus ditambah lagi, apalagi sudah diberikan kewenangan melalui Peraturan Presiden. Kalau kita bicara Perpres itu senjatanya, anggaran itu seharusnya pelurunya,” ujar Charles.
Ia mengatakan, hal tersebut perlu dilakukan supaya target yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat tercapai secara optimal.
“Jadi saya sebagai komisi IX DPR, mendesak pemerintah untuk bisa serius dalam penanganan stunting. Teman-teman kementerian lembaga khususnya BKKBN sebagai leading sector diberikan peluru yang cukup, untuk bisa menurunkan stunting dari 27,7 persen jadi 14 persen di tahun 2024,” tegas dia.
Baca juga: Persepsi dan budaya jadi tantangan utama atasi stunting
Baca juga: Perlu turunkan tiga persen per tahun untuk capai target stunting
Baca juga: BKKBN: Stunting turun tingkatkan kualitas generasi muda Indonesia
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021