Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian RI Gunawan di Jakarta, Minggu mengatakan pupuk sebagai salah satu sarana produksi yang sangat strategis bagi pertanian.
Selain mempengaruhi capaian produksi, tambahnya, pupuk juga memiliki dampak sosial sangat luas karena menjangkau sekitar 17 juta petani, pada 6063 Kecamatan, 489 Kabupaten dan 34 Provinsi.
"Upaya peningkatan produktivitas pertanian dapat terwujud salah satunya dukungan dari kegiatan pemupukan.Proses pemupukan yang tepat sasaran berkontribusi tinggi dalam pencapaian produksi pertanian seperti padi," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Baca juga: Kementerian BUMN minta pemda dukung program Makmur Pupuk Indonesia
Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan RI, dalam lima tahu terakhir kebutuhan pupuk untuk petani mencapai 22,57 - 26,18 juta ton atau senilai Rp63-65 triliun Tetapi, lanjutnya, keterbatasan anggaran pemerintah menyebabkan hanya dapat mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 8,87 juta- 9,55 juta ton dengan nilai anggaran Rp25-32 triliun.
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyatakan petani sawit meminta pemerintah untuk melindungi tata kelola pupuk non subsidi, karena harganya melonjak tinggi dalam delapan bulan terakhir, baik pupuk tunggal dan majemuk naik antara 70-120 persen.
Dia mencontohkan pupuk urea sudah dipatok seharga Rp4.500/kg sebelum adanya kenaikan, namun sekarang sudah mencapai di atas Rp6.000/kg.
Baca juga: Erick Thohir perintahkan BUMN pupuk segera garap pasar nonsubsidi
Kondisi tersebut berdampak pada pendapatan petani, karena harga pokok produksi (HPP) tandan buah segar (TBS) sewaktu harga pupuk masih normal Rp794 per kg, namun kini Rp1.350 per kg karena 58 persen pengeluaran untuk biaya pupuk.
"Pendapatan petani sekarang hanya Rp815.000/ha/bulan dari sebelumnya Rp1,1 juta/ha/bulan. Harga sawit Rp3.000 per kg, tapi kami turun pendapatan," ujarnya dalam webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan “Perbaikan Tata Kelola Pupuk: Realitas dan Fakta".
Oleh karena itu Apkasindo meminta pemerintah segera mencari tahu penyebab kenaikan harga pupuk dan meminta BUMN pupuk tidak ikut-ikutan menaikkan harga.
"Kami berharap Komisi IV DPR RI bisa segera memanggil kementerian terkait untuk mengevaluasinya," ujar dia.
Sementara itu Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Kementerian Pertanian Muhammad Hatta ada lima potensi masalah yang menjadi persoalan pupuk bersubsidi yaitu perembesan antar wilayah, isu kelangkaan pupuk, mark up Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk di tingkat petani, alokasi menjadi tidak tepat sasaran, dan produktivitas tanaman menurun.
"Memang masalah tadi akan berdampak lebih lanjut bagi turunnya produktivitas tanaman. Disebabkan petani tidak menggunakan tepat waktu dan jumlahnya," katanya.
Terkait tata kelola pupuk bersubsidi, tambahnya, Kementerian Pertanian melibatkan multi pihak dalam pengaturan tata kelola pupuk bersubsidi. Artinya, tidak bekerja sendiri dalam mengurus pupuk bersubsidi. Seperti di tingkat perencanaan dijalankan Kementan, penyaluran oleh PIHC (Pupuk Indonesia Holding Company), verifikasi dan monitoring dibantu pemerintah daerah.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021