Presiden RI Joko Widodo mengusulkan tiga upaya bersama yang dapat dilakukan negara-negara Kelompok Dua Puluh (G20) dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
“Kita harus segera beraksi agar dunia tidak terancam jatuh ke dalam krisis berkepanjangan. Kita, G20 harus melakukan sejumlah upaya bersama untuk memastikan SDGs tercapai sesuai target, 9 tahun lagi," kata Presiden Jokowi pada sesi KTT G20 membahas pembangunan berkelanjutan di La Nuvola, Roma, Italia, Minggu (31/10).
Tiga upaya bersama yang dapat dilakukan negara-negara G20 untuk mempercepat pencapaian SDGs adalah menggalang solidaritas untuk membantu negara dan masyarakat yang paling rentan.
Menurut Presiden Jokowi, inisiatif penangguhan layanan utang, serta tambahan alokasi hak penarikan khusus (Special Drawing Rights/SDR) senilai 650 miliar dolar AS menjadi langkah penting guna memberi ruang kebijakan bagi negara berpendapatan rendah dan menengah untuk berkonsentrasi melawan pandemi.
Kedua, memperkuat kemitraan global untuk membantu pendanaan dan akses teknologi bagi negara berkembang. Financing gap atau selisih kebutuhan pembiayaan yang melebar dari 2,5 triliun dolar AS per tahun menjadi 4,2 triliun dolar AS per tahun harus menjadi perhatian serius.
"Mobilisasi pembiayaan inovatif untuk menutup gap pendanaan SDGs, termasuk melalui blended finance harus segera dilakukan. Peningkatan investasi swasta yang berkelanjutan harus didorong untuk menggerakkan kembali roda perekonomian dan menciptakan lapangan kerja di negara berkembang," kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Presidensi G20, Jokowi undang para pemimpin dunia ke Bali pada 2022
Ketiga, meningkatkan kemampuan adaptasi dan ketangguhan dari guncangan dan ketidakpastian masa depan, terutama dalam sektor kesehatan, kapasitas fiskal, serta kapasitas perencanaan dan implementasi pembangunan.
Menurut Jokowi, sebagai payung besar bagi pemenuhan hak-hak pembangunan yang berkelanjutan, target SDGs harus semakin diperjuangkan. Akibat pandemi COVID-19, kemiskinan ekstrem dunia kembali meningkat dari yang semula diharapkan menurun ke 7,5 persen pada 2021, malah kembali menjadi 9,4 persen.
Selain itu, terganggunya rantai pasok global bukan hanya menggoyahkan kebutuhan industri, tetapi juga mengganggu stabilitas kebutuhan dasar, termasuk pangan, terutama di negara-negara berkembang.
Dalam bidang pendidikan, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mencatat setidaknya delapan negara berada pada tingkat risiko sangat tinggi dan 40 negara risiko tinggi terhadap dampak generasi yang hilang, terutama karena menurunnya kesempatan belajar dan lapangan pekerjaan.
Menurut Presiden Jokowi, Indonesia telah mengembangkan kebijakan yang meningkatkan adaptasi sektor pendidikan dan memberikan perlindungan sosial bagi mereka yang paling rentan dan kehilangan pekerjaan.
"Namun banyak negara lain yang menghadapi risiko tinggi. G20 harus bekerja sama membantu mereka memastikan tidak ada lost generation (generasi yang hilang). Hanya dengan demikian, kita dapat pulih bersama menuju masa depan yang lebih baik tanpa meninggalkan siapapun," kata dia.
Turut mendampingi Presiden saat menghadiri sesi ini adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Baca juga: Presiden Jokowi membahas situasi dunia dengan Presiden Dewan Eropa
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2021