Respons gim Startup Panic, menurut saya sudah cukup baik dan bagus, baik dari publisher, maupun pengguna
Produk gim atau permainan yang dibuat oleh salah satu perusahaan rintisan (start up) yang ada di wilayah Kota Malang, Jawa Timur, memiliki potensi yang sangat besar karena diminati pasar dunia.
Founder Algorocks Adib Toriq di Kota Malang, Jawa Timur, Senin mengatakan bahwa salah satu produk gim buatannya yang diluncurkan oleh perusahaan asal Amerika Serikat beberapa waktu lalu, mendapatkan respons positif dari penggemar gim di berbagai negara.
"Respons gim Startup Panic, menurut saya sudah cukup baik dan bagus, baik dari publisher, maupun pengguna," katanya.
Startup Panic merupakan salah satu gim yang memberikan pengalaman bagi para pengguna untuk memulai sosial media start up. Pada gim tersebut, pengguna diberikan pengalaman untuk membuat sebuah platform sosial media, yang nantinya bisa berkembang.
Startup Panic dipublikasikan oleh tinyBuild, yang merupakan publisher gim indie yang berbasis di Washington, Amerika Serikat. TinyBuild merupakan perusahaan Amerika Serikat yang didirikan sejak 2011.
Dia menambahkan, Startup Panic merupakan gim pertama yang dikembangkan di bawah naungan Algorocks. Namun, sebelum gim tersebut sukses dilirik oleh publisher asal Amerika Serikat, Ia beberapa kali telah mengembangkan sejumlah gim, namun gagal.
Baca juga: Produk gim jadi sektor potensial startup Kota Malang
"Sebelumnya saya sempat buat dua gim. Itu gagal, tidak sukses. Namun kita belajar terus, dan tidak berhenti," katanya.
Usai mengalami kegagalan tersebut, pada perusahaan yang dirintis mulai 2016 tersebut, mulai mengembangkan gim Startup Panic. Usai melakukan pengembangan gim tersebut, Adib kemudian mengunggah demo gim Startup Panic di internet.
"Pada 2019, kami posting demo di internet. Kemudian mendapatkan tanggapan dari tinyBuild. Saya tidak menyangka, dan akhirnya kami dipublikasikan oleh tinyBuild," ujarnya.
Pada masa awal pengembangan Startup Panic tersebut, lanjutnya Algorocks hanya memiliki tiga orang pekerja. Saat ini, Algorocks telah mempekerjakan 11 anak-anak muda yang ada di Indonesia untuk mengembangkan gim yang tengah digarap.
"Karyawan kami bukan hanya di Malang. Tapi ada juga di Bogor, Batam, dan Yogyakarta. Kemudian, untuk beberapa pekerjaan gim, ada yang dikerjakan dari Jerman dan Rusia. Ini di luar yang 11 orang karyawan tersebut," ujarnya.
Baca juga: Menparekraf Sandiaga pacu pengembangan gim dan aplikasi di Kota Malang
Ia mengakui, untuk mengembangkan sebuah gim membutuhkan dana yang tidak sedikit. Modal yang dikeluarkan untuk pengembangan Startup Panic, berasal dari modal pribadi. Namun, pada saat sebuah gim yang itu sukses, maka nilai yang diterima juga tinggi.
"Saya tidak bisa menyebutkan besarannya berapa. Namun, dari hasil pengembangan Startup Panic selama 2-3 tahun, saya bisa membuat tiga gim lain," ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi karya-karya anak muda Kota Malang, terutama pengembangan startup. Menurutnya, untuk peluang pengembangan produk gim masih sangat terbuka di Kota Malang.
Salah satu keunggulan yang dimiliki wilayah Kota Malang adalah banyaknya perguruan tinggi yang mampu mencetak sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan.
“Keberadaan SDM yang memiliki kualitas, merupakan salah satu kunci untuk bisa mengembangkan suatu produk gim atau aplikasi. Selain itu, biaya untuk mengembangkan sebuah gim di Indonesia, juga masih lebih rendah dibanding dengan Amerika Serikat," ujar Wali Kota Sutiaji.
Peluang dan potensi sangat besar, lanjutnya, hal tersebut dikarenakan di Kota Malang memiliki banyak perguruan tinggi. Pada bidang gim dan aplikasi, SDM adalah yang utama. Penduduk usia produktif di Malang tinggi, jadi Kota Malang itu punya potensi tinggi.
Gim Startup Panic, merupakan salah satu gim berbayar dan tersedia di Appstore, playstore, dan epicgamestore. Gim tersebut sudah diterjemahkan ke sembilan bahasa dengan pengguna yang tersebar di berbagai negara.
Baca juga: Menparekraf minta pelaku usaha berinovasi kembangkan ekonomi kreatif
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021