Obox merupakan aplikasi pintar yang memungkinkan bank untuk berbagi data dan informasi yang bersifat transaksi dalam periode waktu tertentu melalui repository.
"Dengan demikian, informasi dan data yang disampaikan BPR dan BPRS terutama yang bersifat transaksional kepada kami menjadi lebih cepat dan lebih efektif," ujar Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko dalam acara peluncuran aplikasi Obox.
Ia menjelaskan pengembangan Obox telah dimulai sejak 2019 dengan implementasi awal kepada bank umum, yang merupakan salah satu langkah OJK dalam melaksanakan pengawasan berbasis teknologi atau supervisory technology.
Baca juga: OJK sempurnakan aturan tentang rencana bisnis BPR dan BPRS
Melalui aplikasi tersebut, OJK, BPR, dan BPRS dapat meningkatkan kesiagaan terhadap potensi risiko yang akan dihadapi.
Menurut Bambang, pihaknya telah melakukan piloting untuk menguji dan melaksanakan implementasi Obox ini dengan melibatkan 44 BPR dan BPRS, yang terdiri dari 33 BPR dan 11 BPRS di masing-masing kantor regional dan kantor OJK.
"Dari hasil pemantauan kami, semuanya sudah bisa melakukan dengan baik dari 44 BPR dan BPRS tersebut," ucap dia.
Karena itu, ia menegaskan penerapan penuh Obox di BPR dan BPRS akan dimulai pada awal November 2021 secara dwi mingguan dan penyampaian pertama kali akan dilakukan pada periode 1 dengan 15 November 2021.
Dengan telah dilakukannya seluruh rangkaian persiapan tersebut, OJK berharap agar aplikasi Obox bisa memberikan manfaat baik untuk BPR, BPRS, maupun dalam pengawasan di OJK, sehingga BPR dan BPRS memiliki daya tahan yang lebih baik dan daya saing yang lebih optimal.
Baca juga: OJK: Merger BPR dan BPRS diharapkan jadi ujung tombak pembiayaan UMKM
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021