Ganip mengatakan perkembangan La Nina diprediksi akan terjadi hingga medio Februari 2022, dengan intensitas hujan tinggi dan beberapa daerah yang diprediksi mengalami banjir.
"Pada empat provinsi tersebut, pada level lebih kecil kabupaten dan kota, kewaspadaan dan mitigasi dampak La Nina mutlak dilakukan," ujar Ganip dalam Rapat Koordinasi Kesiapan Menghadapi La Nina yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Ganip memaparkan data dari 17.032 kejadian bencana, yang paling tinggi angkanya pada periode 2016-2020 adalah bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, tanah longsor dan cuaca ekstrem.
Tujuh provinsi tercatat mengalami kejadian bencana paling tinggi yakni Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Baca juga: Cianjur tetapkan status siaga bencana hidrometeorologi hingga Mei 2022
Sementara di tahun 2021 tercatat hingga 3 November dari 2.242 kejadian bencana, yang paling mendominasi adalah banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
Ganip mengatakan wilayah kabupaten/kota di Indonesia yang perlu menjadi atensi kewaspadaan diantaranya di Jawa Barat yakni Bogor, Sukabumi, Kota Bogor, Bandung, dan Bandung Barat.
kemudian di Jawa Tengah yakni Cilacap, Kota Semarang, Banyumas, Magelang dan Wonogiri.
Selanjutnya di Jawa Timur yakni Ponorogo, Trenggalek, Situbondo, Jember, dan Nganjuk.
Terakhir di Sulawesi Selatan yakni Banreng, Barru, Bone, Bulukumba, dan Enrekang.
Sebab, bencana seringkali terjadi di wilayah-wilayah tersebut dalam rentang waktu 2016-2020.
Sehingga, Ganip meminta atensi semua pihak untuk kewaspadaan bencana hidrometeorologi dari dampak fenomena La Nina yang beriringan dengan periode puncak musim hujan.
"Kita harus mengetahui ancaman, maka kita bisa menentukan strategi menghadapi bencana. Saya yakin tiap BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sudah membuat rencana kontijensi," kata dia.
Baca juga: BNPB beri penguatan mitigasi bencana hidrometeorologi di Sultra
Ganip memberikan arahan untuk mengantisipasi dampak La Nina kepada BPBD di seluruh daerah diantaranya melakukan apel kesiapsiagaan, penyusunan rencana kontjensi, menetapkan status siaga darurat jika diperlukan, melakukan giat kesiapsiagaan.
Kemudian memperkuat sistem peringatan dini berbasis masyarakat, serta memastikan jejaring komunikasi peringatan dini. "Komunikasi ini sangat penting, menjadi urat nadi penanganan bencana. Ini penting dalam komunikasi menjalankan koordinasi sangat ketat, dan menjadi sinergi berbagai kementerian dan lembaga," ujar dia.
Selain itu, untuk upaya mitigasi potensi bencana hidrometeorologi basah, arahan Kepala BNPB diantaranya penanaman vegetasi, pembersihan saluran air, penguatan tanggul sungai, penguatan lereng baik menggunakan beton maupun vegetasi, pemeliharaan drainase permukaan dan pemangkasan pohon lapuk.
Kemudian upaya kesiapsiagaan potensi bencana diantaranya mengamati peringatan di dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), penetapan jalur evakuasi, penetapan rambu daerah rawan bencana, sistem peringatan dini berbasis masyarakat, jejaring komunikasi berbasis masyarakat, dan melakukan simulasi evakuasi.
Baca juga: Gubernur Jatim minta daerah siaga hadapi La Nina
Baca juga: BNPB dampingi warga Gowa dalam pemulihan ekonomi pascabencana
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021