“Sebetulnya, semangat restorative justice sudah tercermin di UU Narkotika yang ada sekarang, tetapi implementasinya belum sepenuhnya terlaksana,” kata Arsul Sani ketika memberi paparan dalam Focus Group Discussion bertajuk “Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Keadilan Restoratif” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, dan dipantau dari Jakarta, Kamis.
Ia menyebutkan bahwa penerapan keadilan restoratif atau restorative justice pada UU Narkotika telah termuat dalam Pasal 127 UU Narkotika.
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI: Pro dan kontra PPHN perlu dibuat matrik
Pasal tersebut memerintahkan agar penyalahguna murni atau pengguna yang bukan bandar dan bukan pengedar narkotika memperoleh rehabilitasi sebagai ujung dari proses hukumnya, bukan ditahan di penjara.
“Tetapi yang kita lihat, bahwa lapas kita itu 50 persen lebih isinya warga binaan pemasyarakatan atau terpidana yang berasal dari berbagai kasus narkotika,” ucap dia.
Oleh karena itu, menurut Arsul Sani, para aparat penegak hukum harus lebih memerhatikan pengimplementasian keadilan restoratif ketika menindak kasus yang terkait dengan penyalahguna murni narkotika.
Baca juga: Wakil Ketua MPR pertanyakan rencana terapkan PPN bahan pokok
Selain bertujuan untuk memulihkan, katanya, penerapan keadilan restoratif dapat mencegah terjadinya kelebihan kapasitas lapas.
“Tahun depan, kalau pemerintah memang mengajukan soal keadilan restoratif, yang sering kita sebutkan sebagai pokok atau penyebab dari over kapasitas di lapas adalah terkait dengan UU Narkotika,” tutur Arsul ketika membahas mengenai undang-undang yang akan direvisi dalam rentang 2020-2024.
Arsul berharap melalui perubahan beberapa undang-undang, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU Narkotika, UU Pemasyarakatan, UU Kejaksaan, dan UU Kepolisian, maka pemerintah dan DPR dapat mengimplementasikan keadilan restoratif yang berlandaskan sinergisitas antara lembaga dan memiliki dasar hukum pasti.
Baca juga: Arsul Sani: Ketentuan pidana penghinaan Presiden harus ada
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021