"Stunting merupakan program prioritas nasional, dan pemerintah sudah membuat berbagai strategi yang tertuang dalam rencana aksi nasional melalui pendekatan keluarga," ujar Deputi Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Muhammad Rizal M Damanik, dalam seminar bertema "Konvergensi Intervensi Spesifik dan Sensitif Menuju Indonesia Bebas Stunting" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan, tujuan strategi itu, di antaranya mengupayakan penurunan prevalensi stunting, meningkatkan kualitas kehidupan keluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses pelayanan kesehatan serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi.
Untuk mengakomodasi strategi itu, lanjut dia, BKKBN telah meluncurkan hasil Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21). PK21 itu dapat digunakan berbagai pihak untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia.
"Dimana PK21 tersebut akan dapat dilihat keluarga-keluarga yang berisiko stunting, by name, by address di seluruh Indonesia," ujarnya.
Ia menambahkan, dalam rangka melaksanakan program percepatan penurunan stunting itu, pihaknya akan fokus kepada kelompok yang masih masuk dalam kategori bisa diintervensi, yakni orang berusia 1-5 tahun dengan prioritas 1-2 tahun.
Percepatan penanganan stunting ini, lanjut dia, juga akan diikuti dengan melakukan pendampingan keluarga beresiko stunting. Keluarga tersebut akan didampingi, mulai dari tingkat pusat sampai desa.
"Di tingkat pusat, terdiri dari para pengarah dan pelaksana, di provinsi gubernur menetapkan tim, demikian juga di tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa untuk menjalankan program-program percepatan penurunan stunting," ujarnya.
Di samping itu, Rizal juga mengatakan, dalam strategi percepatan penurunan stunting juga menekankan edukasi kepada pengantin atau calon pasangan usia subur.
"Ini menjadi bagian penting bagi mereka untuk memperoleh informasi tentang apa dan bagaimana stunting, sehingga dapat mencegah stunting. jangan sampai nanti sudah menikah, malah masuk dalam katagori stunting," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Rizal juga mengemukakan, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat kurang gizi kronis.
"Yang kasat mata dapat dilihat dari aspek tinggi badan, anak stunting lebih pendek dibandingkan anak seusianya yang jauh lebih tinggi," katanya.
Namun demikian, kata Rizal, stunting bukan hanya masalah gangguan pertumbuhan tungkai kaki, sehingga si anak lebih pendek. Stunting juga menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan keseluruhan akibat kekurangan gizi kronis.
"Jadi bukan hanya persoalan tingginya saja, intinya persoalan stunting ini adalah bagaimana selama proses pertumbuhan embrio di dalam rahim seorang ibu selama 38 minggu ini akan mempengaruhi kehidupan di kemudian hari," katanya.
Ia mengatakan, stunting dimulai sejak terjadinya pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jika mengalami kekurangan gizi, bukan tidak mungkin akan mempengaruhi proses tumbuh kembang si embrio sejak hari pertama sampai 38 minggu di dalam rahim.
"Kondisi ini mempengaruhi proses pertumbuhan semua, terlebih juga mempengaruhi proses pertumbuhan sel saraf pusat dan juga yang lebih penting adalah pertumbuhan sel otak dalam tubuh bayi," katanya.
Ia menyampaikan, jumlah sel yang rendah tentunya akan membatasi memori.
"Ini yang sangat kita kawatirkan karena akan memberikan dampak-dampak, mulai dari masalah kapasitas kemampuan untuk berpikir hingga produktivitas, sehingga bertolak belakang dengan harapan Indonesia emas pada 2045," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021