Kepala Kelompok Kerja (Pokja) Kerja sama Hukum dan Hubungan Masyarakat BRGM Didy Wurjanto mengatakan pihaknya mempunyai Program Sekolah Lapang Masyarakat Pengelolaan Mangrove dan Tambak Ramah Lingkungan. Program yang mengedukasi masyarakat tentang ekosistem mangrove dan pengelolaannya yang tidak merusak ekosistem.
"Jika program ini nantinya bisa diterapkan sepenuhnya oleh masyarakat, maka pembabatan mangrove dapat dihindari," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin menanggapi pembabatan hutan mangrove secara liar di Desa Pematang Duku, Bengkalis, Riau.
Sebelumnya Ketua Kelompok Tani Mangrove Lestari Alam Khairul mengeluhkan maraknya pembabatan hutan mangrove di wilayahnya tersebut untuk dijadikan tambak udang yang terjadi sejak 2019.
"Di desa kami terdapat 247 hektare hutan mangrove namun sekitar 5-7 hektare di babat untuk pembukaan tambak udang. Tadinya bakal dijadikan ekowisata agar ekosistem mangrove tetap terjaga serta dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat," katanya.
Baca juga: BRGM-Unmul latih warga kembangkan tambak ramah lingkungan
Coordinator of Wetlands Restoration and Community Development, Eko Budi Priyanto, menyatakan jika permasalahan tersebut tidak segera diatasi, fenomena pembukaan mangrove dijadikan tambak udang yang terjadi sejak 2019 itu dikhawatirkan bisa mengancam keberlangsungan mangrove
"Ini fenomena udang intensif, bagaimana pergerakan investor udang atau pemain udang. Ironisnya, mereka menggunakan pola silvofishery dari hutan yang sudah ada, dibuka 20 persen untuk budidaya tambak. Padahal seharusnya silvofishery itu dari lahan bakau yang rusak, lalu ditanam 80 persen mangrove baru budidayanya," ujar Eko Budi.
Sementara itu Didy menambahkan Riau merupakan salah satu target provinsi prioritas rehabilitasi mangrove oleh BRGM sehingga pembalakan liar harus dicegah dan diberantas.
"BRGM akan terus berupaya mempercepat penanaman mangrove, agar lahan mangrove yang rusak bisa kembali pulih," katanya.
Mangrove, lanjutnya, sangat berperan penting bagi kehidupan, mampu mengurangi emisi Gas Rumah Kaca, memperbaiki kualitas lingkungan pesisir, mencegah abrasi dan menghambat intrusi air, serta menjadi pelindung dari bencana tsunami.
Baca juga: BRGM: Kerusakan ekosistem mangrove kategori kritis capai 637.000 ha
Pewarta: Subagyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021