Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengimbau masyarakat tidak memasang jerat maupun racun di kawasan hutan karena mengancam kelestarian satwa dilindungi.Dapat dikenakan sanksi pidana
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Rabu, mengatakan pemasangan jerat maupun racun dapat menyebabkan kematian satwa dilindungi.
"Pelaku yang menyebabkan kematian satwa dilindungi dapat dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku," kata Agus Arianto menyebutkan.
Agus Arianto mengatakan kasus kematian satwa dilindungi yang terakhir terjadi di Aceh akibat terkena jerat yakni satu individu gajah sumatera (elephas maximus sumatrabus) dengan jenis kelamin betina serta masih berusia satu tahun.
Baca juga: BKSDA: Gajah mati di Aceh Timur capai 25 ekor
Baca juga: KLHK sebut 46 gajah mati di Aceh dalam kurun waktu tujuh tahun
Anak gajah tersebut, kata Agus Arianto, mati saat dalam perawatan setelah belalainya putus terkena jerat. Anak gajak tersebut dievakuasi dalam kondisi kritis dari Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya.
"Hasil nekropsi tim medis, anak gajah tersebut mengalami infeksi sekunder akibat luka terbuka berlangsung lama karena jerat. Selain itu, pencernaannya terganggu karena asupan makanan tidak optimal setelah belalainya terkena jerat," kata Agus Arianto.
Agus Arianto mengatakan kematian satwa dilindungi tersebut merupakan kabar menyedihkan. Sebab, anak gajah tersebut berhasil dievakuasi dan sempat dirawat. Namun, takdir berkata lain.
Oleh karena itu, Agus Arianto mengajak masyarakat bersama-sama menjaga kelestarian alam khususnya satwa liar seperti gajah dan lainnya. Caranya, tidak merusak hutan dan memasang jerat maupun racun.
"Selain itu juga tidak menangkap, melukai, membunuh maupun memperniagakan bagian tubuh satwa dilindungi. Satwa dilindungi tersebut merupakan spesies berisiko tinggi untuk punah di alam liar," kata Agus Arianto.
Baca juga: Anak gajah yang terjerat di Aceh Jaya akhirnya mati
Baca juga: BKSDA selamatkan anak gajah terkena jeratan di Aceh Jaya
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021