Hal tersebut dikatakan oleh dokter Spesialis Paru Konsultan Onkologi dan Anggota Pokja Onkologi Toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K),.
“Pada saat ini peserta BPJS banyak sekali di Indonesia dan menjadi suatu kewajiban, artinya BPJS adalah asuransi yang terbesar. Namun saat ini belum semua pengobatan kanker paru tercover oleh BPJS,” kata Sita saat webinar memperingati Bulan Kesadaran Kanker Paru pada Selasa.
Baca juga: Melindungi paru dimulai dari berhenti merokok
Sita mengatakan saat ini pengobatan yang bekerja spesifik sesuai tipe kanker paru sudah tersedia, baik bagi penyintas dengan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) positif ataupun negatif sesuai dengan pedoman internasional, termasuk pembedahan, kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi.
Namun, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hanya menjamin pengobatan personalisasi atau inovatif bagi penyintas kanker paru dengan mutasi EGFR positif. Padahal, hampir 60 persen dari penyintas kanker paru memiliki mutasi EGFR negatif yang memerlukan pengobatan atau terapi yang lain, seperti imunoterapi.
“Dengan adanya terobosan dalam penanganan kanker paru, tentu saja saya berharap hal tersebut dapat meningkatkan harapan dan kualitas hidup penyintas kanker paru di Indonesia,” ujar Sita.
Berbeda dengan pengobatan yang lain, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi langsung menghambat sinyal negatif yang digunakan kanker untuk mengelabui sistem imun tubuh melawan kanker.
Melalui imunoterapi, sistem kekebalan pada penderita kanker disebut akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut. Terapi ini juga diharapkan dapat menjawab kebutuhan penyintas dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker paru.
Sementara itu, Sita menyebutkan prevalensi kanker paru di Indonesia masih tinggi. Hal ini juga disebutkan dalam data GLOBOCAN 2020 bahwa angka kematian akibat kanker paru di Indonesia meningkat sebesar 18 persen menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus.
Angka tersebut membuat kematian akibat kanker paru baik di Indonesia maupun di dunia menempati urutan pertama diantara semua jenis kanker.
“Kalau dulu kasus baru hanya sekitar 300 hingga 500, tahun 2014 itu sekitar 1.500 kasus baru di RS Persahabatan. Tahun-tahun ini juga sangat meningkat sampai di atas 1.500 untuk kasus baru di satu rumah sakit. Bisa kita bayangkan gambaran besaran kanker paru yang berkali lipat dari tahun ke tahun,” ujar Sita.
Baca juga: Deteksi dini kanker paru bantu cegah kejadian stadium lanjut
Baca juga: Produk alternatif 50 persen efektif kurangi kecanduan nikotin
Baca juga: Sering salah kaprah, ini beda rokok dengan tembakau alternatif
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021