Pengamat finansial berbasis teknologi Muhammad Maksum menilai koperasi yang berbasis kekeluargaan dapat menjadi solusi bagi masyarakat dari ancaman pinjaman online (pinjol) ilegal.Pembiayaan berbasis komunitas seperti koperasi sangat cocok buat masyarakat Indonesia. Karena berbasis komunitas, salah satu mitigasi resikonya adalah adanya kewajiban tanggung renteng untuk menanggung resiko terjadinya kerugian
Untuk itu, ia mengharapkan adanya upaya untuk menggalakkan kembali koperasi di kalangan masyarakat, termasuk melibatkan pemerintah apabila ada koperasi yang mengalami masalah.
"Pemerintah berkewajiban untuk membina dan mengawasi agar sebuah koperasi menjadi koperasi sehat. Kecuali jika sudah terkait dengan masalah hukum," kata Maksum dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Sekretaris Bidang Perbankan Syariah Dewan Syariah Nasional (DSN) ini juga mengatakan koperasi merupakan lembaga keuangan yang paling sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia, yang mengedepankan azas kekeluargaan sesuai dengan UUD.
"Pembiayaan berbasis komunitas seperti koperasi sangat cocok buat masyarakat Indonesia. Karena berbasis komunitas, salah satu mitigasi resikonya adalah adanya kewajiban tanggung renteng untuk menanggung resiko terjadinya kerugian. Kecuali ada tindakan pidana atau tindakan penyalahgunaan kewenangan," katanya.
Anggota Komisi VI DPR RI Marwan Jafar menambahkan koperasi sudah selayaknya menjadi pondasi bagi perekonomian nasional, sehingga pemerintah harus lebih jeli untuk membina sekaligus mendampingi koperasi-koperasi yang ada, agar bisa memberikan dampak positif bagi perekonomian.
"Tentunya koperasi yang menguntungkan bagi anggotanya dan berdampak luas bagi masyarakat. Tidak semata-mata koperasi yang membuat proposal lalu meminta suntikan dana," ujarnya.
Ia juga tidak menyangkal, adanya kasus pelanggaran hukum yang melibatkan pengurus koperasi. Namun, jika koperasi tersebut berupaya untuk menyelesaikan masalah, seharusnya pemerintah bisa mendukung sesuai putusan dari pengadilan.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan jumlah koperasi di Indonesia saat ini merupakan salah satu yang terbanyak di dunia dengan perkiraan mencapai kurang lebih 120 ribu-an koperasi.
Meski demikian, sebagian dari koperasi tersebut merupakan "koperasi papan nama" karena kepemilikannya tidak jelas sehingga berpotensi melakukan kegiatan pelanggaran hukum yang merugikan masyarakat.
"Kondisi tersebut tak hanya merusak citra koperasi, tapi masyarakat jadi tidak tahu mana koperasi yang benar dan mana yang salah. Ibarat koperasi itu pohon jati, keberadaannya tertutup oleh semak belukar tidak karu-karuan. Koperasi akhirnya pertumbuhannya jadi terus memburuk," katanya.
Menurut dia, untuk mengembalikan citra koperasi agar bisa menjadi lembaga keuangan yang dekat dan kembali dipercaya masyarakat, pemerintah harus berani melakukan aksi bersih-bersih koperasi dari rentenir berbaju koperasi atau koperasi abal-abal.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan UKM sedang melakukan inventarisasi koperasi yang bermasalah. Biasanya koperasi bermasalah itu muncul karena tidak ada penerapan nilai dan prinsip dasar koperasi serta adanya penyalahgunaan dana simpanan anggota.
Sebelumnya, terdapat beberapa perkara hukum yang melibatkan koperasi dan berujung dengan vonis Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di pengadilan niaga.
Beberapa koperasi tersebut adalah KSP Indosurya, KSP Lima Garuda, KSP Pracico Inti Sejahtera dan KSP Sejahtera Bersama yang sedang menjalankan putusan homologasi yaitu kewajiban pengembalian simpanan anggota dalam kurun waktu tertentu (rata-rata lima tahun).
Berdasarkan Online Data System (ODS) Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah koperasi aktif pada akhir 2020 mencapai 127.124 unit, atau naik dibandingkan data di akhir tahun 2019 sebanyak 123.048 unit.
Baca juga: Kemenkop harap UKM manfaatkan alternatif pendanaan skema urun dana
Baca juga: Prospek bisnis sewa mobil dalam payung koperasi di tengah pandemi
Baca juga: Kemenkop: 100 koperasi bakal jadi model pengembangan koperasi modern
Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021