“Hal yang paling sederhana keterampilan orang untuk bersosialisasi bisa menjadi berkurang. Kalau ini (terjadi) sejak kecil, dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan berempati dan bersosialisasi,” ujarnya dalam webinar pada Kamis.
Terlebih, digitalisasi di masa pandemi menjadikan pertemuan tatap muka sebagai sesuatu kelaziman sehingga orang menjadi lebih nyaman dengan situasi yang serba bisa digital dan tidak mengharuskan bertemu secara langsung dengan orang lain, tambah Gamayanti.
Manurut Gamayanti, banyak anak-anak yang mengalami berbagai keluhan akibat perubahan proses pembelajaran menjadi daring, hal tersebut juga ditemukan oleh Satgas IPK Indonesia untuk penanggulangan COVID-19.
Baca juga: Cara dukung anak tumbuh bahagia meski saat pandemi menurut pakar
Baca juga: Orang tua perlu "quality time" dengan anak agar ceria meski di rumah
“Banyak anak yang cemas, harus menyesuaikan diri, terlebih untuk anak-anak berkebutuhan khusus, mereka sulit sekali untuk menyesuaikan diri dengan sistem belajar online,” tutunya.
Sebagai psikolog klinis, pihaknya mengatakan telah sejumlah upaya untuk menjawab permasalahan tersebut, seperti melakukan konseling melalui orang tua dan guru serta melakukan terapi secara langsung pada anak-anak, baik secara daring maupun luring.
“Walaupun (saat ini) kita terpaksa online, tetapi kita bisa mengajak beberapa remaja untuk berdiskusi bersama kemudian dipandu sehingga mereka juga bisa menceritakan pengalamannya dan bermain bersama secara daring,” katanya.
Meski demikian, ia juga mendorong agar anak-anak ini dapat melakukan aktivitas-aktivitas luar ruangan yang lebih banyak dengan mengikuti protokol kesehatan sehingga proses tumbuh-kembang anak tidak terganggu.
“Bagaimana pun juga keterampilan untuk bersosialisasi secara langsung ini juga menjadi lebih penting dan akan berkembang menjadi lebih banyak ketika kita bertemu langsung, empati juga lebih terasah,” ujar Gamayanti.
Psikolog Klinis dan Forensik Dra. Adityana Kasandravati Putranto mengatakan situasi pandemi memang telah menghadang aktivitas tatap muka dan mengharuskan anak-anak berinteraksi melalui gadget, ditambah hanya berdiam diri di dalam rumah.
Meski demikian, katanya, orang tua juga dapat mendorong anak-anak untuk melakukan permainan yang bersifat sportivitas, seperti olah raga, atau permainan serta budaya lokal yang mengandung nilai-nilai sosial sehingga kemampuan berempati dan bersosialisasinya dapat terasah.
“Anak-anak bisa mengembangkan kemampuan empati itu juga bergantung apa yang dia lihat sepanjang masa kehidupannya,” tutur psikolog lulusan Fakultas Psikologi UI itu.
Baca juga: Orang tua perlu waspadai gangguan psikologis pada anak selama pandemi
Baca juga: Psikolog: Menjaga psikologis anak saat PTM sangat penting
Baca juga: Orang tua bisa ajarkan anak keberagaman lewat perayaan HUT RI di rumah
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021