• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: Pemda dapat buat kebijakan lain untuk sejahterakan pekerja

Peneliti: Pemda dapat buat kebijakan lain untuk sejahterakan pekerja

25 November 2021 17:32 WIB
Peneliti: Pemda dapat buat kebijakan lain untuk sejahterakan pekerja
Tangkapan layar Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute Nuri Resti Chayyani (bawah)dalam Rilis Indonesia 2021 yang dipantau di Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Nuri Resti Chayyani mengatakan kenaikan upah minimum telah melalui berbagai kajian dan perhitungan, dan pemerintah daerah dapat membuat kebijakan lain untuk mendorong kesejahteraan pekerja.

"Kenaikan upah minimum yang kecil tersebut tentunya sudah melalui berbagai kajian dan perhitungan. Apabila upah minimum ternyata masih kecil, sudah seharusnya pemerintah daerah membuat kebijakan lain sebagai pilihan untuk kesejahteraan buruh," kata Nuri dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kemnaker: Penetapan UMP 2022 mengacu aturan pengupahan yang berlaku

Nuri merujuk pada penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022 yang telah dilakukan oleh gubernur di seluruh Indonesia. Kenaikan rata-rata UMP 2022 adalah 1,09 persen dibandingkan UMP 2021.

Kenaikan UMP 2022 itu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian yang melambat akibat pandemi COVID-19 dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.

Terkait penetapan UMP 2022, Nuri mengingatkan bahwa dalam ekonomi selalu ada trade-off, yaitu sebuah situasi dimana harus membuat kebijakan dengan mengorbankan suatu aspek untuk mendapatkan aspek lain. Trade-off merupakan hal yang ditemui dalam membuat suatu keputusan.

Dia mengingatkan bahwa pemerintah daerah dapat membuat kebijakan lain, seperti memaksimalkan manfaat Kartu Prakerja, memperbanyak program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan, memperhatikan pendidikan anak-anak buruh, hingga peningkatan tunjangan.

Kebijakan-kebijakan itu juga harus memperhatikan kondisi pemberi kerja dan ekonomi makro secara keseluruhan, karena masalah upah minimum dan kesejahteraan buruh bukanlah masalah yang sederhana dan tunggal.

Nuri menjelaskan bahwa upah minimum tidak hanya diukur dari segi inflasi dan pertumbuhan ekonomi daerah, tapi juga diukur dengan indeks kebutuhan hidup layak seorang pekerja untuk dapat hidup dalam satu bulan.

Baca juga: Kemnaker ingatkan ada sanksi jika tak terapkan struktur dan skala upah

Baca juga: Kadin DKI: Pengusaha utamakan kesejahteraan karyawan terkait UMP


Dari sudut pandang bisnis, kenaikan upah yang tinggi membuat minat investasi turun, karena mahalnya biaya operasional. Dampaknya akan terasa juga pada perekonomian daerah dan peningkatan pengangguran.

"Untuk tetap meningkatkan kesejahteraan buruh sudah seharusnya pemerintah pusat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memaksimalkan realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada klaster perlindungan sosial dan klaster UMKM serta korporasi," kata dia.

Tidak hanya itu, upaya tripartit dengan pemberi kerja dan pekerja juga perlu difasilitasi untuk mengakomodasi kepentingan berbagai pihak. Hal itu perlu mempertimbangkan dampak kebijakan terkait upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja, faktor produktivitas dan kelayakan upah, serta mekanisme pasar secara khusus di Indonesia.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021