Indeks acuan Nikkei 225 di Bursa Efek Tokyo (TSE) anjlok 2,53 persen atau 747,66 poin menjadi 28.751,62 poin, penutupan terendah sejak 25 Oktober, dan mencatat penurunan harian terbesar dalam lebih dari lima bulan. Indeks Topix yang lebih luas jatuh 2,01 persen atau 40,71 poin ke penutupan terendah enam minggu di 1.984,98 poin.
Untuk minggu ini, Nikkei kehilangan 3,00 persen, sedangkan Topix turun 2,45 persen, menandai penurunan terbesar sejak minggu terakhir September.
Baca juga: Saham Jepang ditutup naik dipicu "bargain hunting" setelah turun tajam
"Fundamental pasar melemah karena investor terus menjual ketika Nikkei mendekati 30.000 poin," kata Kazuharu Konishi, kepala ekuitas di Mitsubishi UFJ Kokusai Asset management.
"Jadi, mudah rusak oleh berita negatif, seperti tentang varian virus baru. Meskipun mungkin terlalu kasar untuk menyimpulkan bahwa penurunan hari ini hanya karena virus."
Varian, yang terdeteksi di Afrika Selatan, mungkin dapat menghindari respons kekebalan dan telah mendorong Inggris untuk segera memberlakukan pembatasan perjalanan dari Afrika Selatan.
Berita itu menghantam saham-saham terkait perjalanan, yang diuntungkan oleh lonjakan konsumsi domestik karena berhasil menahan virus, yang paling sulit.
Baca juga: Nikkei di terendah 1 bulan, varian baru picu kekhawatiran pelambatan
Indeks saham maskapai penerbangan Topix anjlok 5,4 persen ke level terendah tujuh bulan, sementara indeks transportasi darat Topix yang sebagian besar terdiri dari operator kereta, jatuh 2,9 persen ke level terendah satu tahun.
ANA Holdings tergelincir 4,5 persen setelah maskapai penerbangan itu mengumpulkan dana melalui penjualan obligasi konversi, sebuah langkah yang menyoroti kesulitan yang dihadapi industri.
Di antara operator kereta api, Keisei Electric Railway merosot 6,3 persen menjadi yang berkinerja terburuk di Nikkei. Central Japan railway kehilangan 3,3 persen, sementara Western Japan Railway jatuh 3,2 persen.
Softbank Group anjlok 5,2 persen setelah Bloomberg melaporkan regulator China telah meminta eksekutif puncak raksasa ride-hailing Didi Global untuk menyusun rencana delisting dari New York Stock Exchange karena kekhawatiran tentang keamanan data.
Konglomerat Jepang adalah investor besar di perusahaan teknologi China yang tercatat di AS, termasuk Didi dan Alibaba.
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021