PP 36/2021 sendiri merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang mengubah rumus perhitungan upah buruh yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Jadi pemohon 1 yang menggugat klaster ketenagakerjaan itu sudah ditolak oleh MK. Jadi kami ingin sampaikan PP 36/2021 itu akan efektif tetap berjalan. Jadi ini supaya kita meluruskan hal-hal yang jangan sampai nanti dinamika di lapangan itu memanas tapi tidak tahu substansinya apa. Ini kami perjelas," katanya dalam konferensi pers daring di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Pengusaha khawatir banyak isu soal putusan MK terhadap UU Cipta Kerja
Hariyadi menjelaskan gugatan ke MK dilayangkan pemohon 1 bernama Hakimi Irawan Bangkit Pamungkas terkait klaster ketenagakerjaan. Namun, berdasarkan amar putusan MK, gugatan tersebut ditolak.
Menurut Hariyadi, adanya putusan MK tersebut telah membuat suasana menjadi cukup dinamis. Pasalnya, PP 36/2021 yang mengatur tentang Pengupahan karena merupakan turunan UU Cipta Kerja itu pun diminta ditarik oleh rekan pekerja.
Padahal, aturan tersebut telah terbit pada Februari 2021, jauh sebelum putusan MK ditetapkan.
Baca juga: Apindo sebut putusan MK soal UU Cipta Kerja tak berdampak serius
"Sekarang kami lihat justru amar putusannya adalah bahwa permohonan pekerja ini ditolak," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo mengatakan aturan-aturan turunan UU Cipta Kerja yang sudah disahkan sebelum putusan MK akan tetap berlaku secara sah.
"Namun untuk yang (diterbitkan) setelah tanggal 25 November 2021, pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan baru yang sifatnya strategis. Jadi jelas, yang sudah ditandatangani itu tetap berlaku, sah demi hukum kecuali yang belum (terbit), tidak boleh dilakukan," ujarnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021