Kapan dan di mana varian itu ditemukan?
Para ilmuwan Afsel mendeteksi sejumlah kasus varian baru yang diberi nama B11529 itu pada Selasa dari sampel yang dikumpulkan pada 14-16 November.
Pada Rabu, mereka mengurutkan lebih banyak genom dan menginformasikan pemerintah bahwa mereka khawatir. Mereka juga meminta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menggelar rapat kelompok kerja teknis tentang evolusi virus pada Jumat.
Negara itu telah menemukan sekitar 100 kasus varian baru, sebagian besar dari provinsi Gauteng yang padat penduduk.
Baca juga: Emas melonjak di atas 1.800 dolar, dipicu ketakutan varian virus baru
Di mana varian itu terakhir ditemukan?
Para ilmuwan Afsel mengatakan tanda-tanda awal dari laboratorium diagnostik menunjukkan varian itu menyebar cepat di Gauteng dan kemungkinan sudah muncul di delapan provinsi lain negara itu.
Tingkat infeksi harian di Afsel hampir berlipat dua pada Kamis menjadi 2.465 kasus. Institut Nasional Penyakit Menular Afsel (NICD) tidak mengaitkan lonjakan itu dengan varian baru, meskipun para ilmuwan setempat menduga ada kaitannya.
Botswana mendeteksi empat kasus, semuanya orang asing yang datang untuk misi diplomatik dan telah meninggalkan negara itu.
Hong Kong menemukan satu kasus pada seorang pelaku perjalanan dari Afsel dan Israel melaporkan satu kasus pada pelancong yang kembali dari Malawi.
Dalam tes PCR, varian itu relatif mudah dibedakan dari Delta, varian COVID-19 yang sejauh ini mendominasi dan paling menular. Tidak seperti Delta, varian baru itu memiliki mutasi yang dikenal sebagai S-gen drop-out.
Baca juga: Saham dan minyak jatuh karena kekhawatiran varian baru, aset aman naik
Mengapa para ilmuwan khawatir?
Semua virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab COVID-19, berubah dari waktu ke waktu. Sebagian besar perubahan atau mutasi memiliki dampak sedikit atau tak berdampak sama sekali pada karakternya.
Namun, sejumlah mutasi berpengaruh pada cara virus menyebar, efek yang ditimbulkannya atau kinerja vaksin terhadapnya.
Varian baru ini telah memicu kekhawatiran karena memiliki lebih dari 30 mutasi pada paku protein yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel tubuh manusia, kata pejabat kesehatan Inggris.
Jumlah mutasinya lebih banyak daripada Delta, dan membuatnya jauh berbeda dengan varian asli virus corona yang menjadi dasar pembuatan vaksin COVID-19 saat ini.
Para ilmuwan Afsel mengatakan sejumlah mutasi dikaitkan dengan resistensi terhadap antibodi penetralisir dan meningkatkan kemampuan menularnya. Namun, hal-hal lainnya belum dipahami secara jelas.
Baca juga: Varian baru COVID ditemukan, EU bakal setop penerbangan dari Afsel
Kepala Penasihat Medis Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) Dr Susan Hopkins mengatakan pada radio BBC bahwa beberapa mutasi belum pernah dilihat sebelumnya, sehingga belum diketahui bagaimana varian itu berinteraksi dengan yang lain dan menjadikannya varian paling kompleks yang ditemukan sejauh ini.
Lebih banyak pengujian diperlukan untuk memastikan apakah varian itu menular lebih mudah, lebih cepat atau mampu mengurangi efektivitas vaksin.
Penelitian akan memerlukan waktu beberapa pekan, kata kepala teknis COVID-19 WHO Maria van Kerkhove pada Kamis. Saat ini, vaksin masih menjadi senjata penting untuk menghadapi virus corona.
Tak ada gejala tak biasa yang dilaporkan setelah pasien terinfeksi varian baru itu. Pada beberapa kasus, pasien tidak menunjukkan gejala apa pun, kata NICD.
Baca juga: Negara-negara Asia, Eropa waspadai varian baru virus corona
Apa respons WHO?
Badan kesehatan PBB itu akan memutuskan apakah B11529 dimasukkan dalam varian yang diperhatikan (variant of interest/VOI) atau varian yang diwaspadai (variant of concern/VOC).
Jika ada bukti bahwa varian itu lebih menular dan vaksin kurang efektif melawannya, varian itu akan diberi status VOC dan dinamai dengan abjad Yunani.
WHO sejauh ini telah mengidentifikasi empat VOC --Alpha, Beta, Gamma dan Delta.
Dua varian dalam VOI adalah Lambda yang ditemukan di Peru pada Desember 2020 dan Mu di Kolombia pada Januari 2021.
Sumber: Reuters
Baca juga: Varian baru COVID ditemukan, WHO: Jangan langsung batasi perjalanan
Baca juga: Afsel sebut Inggris "terburu-buru" larang penerbangan
Pewarta: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021