• Beranda
  • Berita
  • KPPPA sebut persentase anak perempuan alami depresi lebih tinggi

KPPPA sebut persentase anak perempuan alami depresi lebih tinggi

26 November 2021 21:34 WIB
KPPPA sebut persentase anak perempuan alami depresi lebih tinggi
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Agustina Erni. (ANTARA/ Anita Permata Dewi)

Persentase anak perempuan dengan gejala yang mengarah pada depresi itu lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Agustina Erni mengatakan persentase anak perempuan yang mengalami depresi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.

"Sebelum masa pandemi ini tidak terlalu mencolok yaitu masalah kecenderungan terjadinya depresi atau isu kesehatan mental anak. Persentase anak perempuan dengan gejala yang mengarah pada depresi itu lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki," kata Agustina Erni dalam Rapat Koordinasi Asuh Siaga untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Baca juga: KPPPA sebut kerentanan anak alami kekerasan naik selama pandemi

Kondisi ini, kata dia, semakin meningkat saat masa pandemi COVID-19.

Erni mengatakan berdasarkan survei pada 2020, menunjukkan 13 persen anak mengalami depresi yang berkategori ringan hingga berat.

Dari data tersebut, empat persen mengalami depresi ringan, delapan persen depresi sedang dan satu persen mengalami depresi berat.

Baca juga: Hari Anak Sedunia KPPPA ajak anak ikuti Virtual Education Tour

"Dan sebanyak 42 persen itu mengalami gejala emosi. Ini yang paling banyak dirasakan, seperti mereka gampang merasa sedih, mudah marah dan sebanyak 41 persen itu ada gejala kognitif seperti menyalahkan diri sendiri, tidak bisa berkonsentrasi dengan baik," tuturnya.

Tak hanya berdampak secara mental, masa pandemi COVID-19 juga berdampak pada kesehatan fisik anak.

Baca juga: KPPPA koordinasi pantau proses hukum kekerasan di SMK di Batam

Di beberapa sekolah yang telah menerapkan pembelajaran tatap muka (PTM), terdapat anak-anak yang matanya mengalami rabun jauh.

"Ada anak yang setelah masuk sekolah, matanya terganggu jadi dia tidak bisa lagi duduk-duduk di belakang kelas. Dia tidak bisa lihat papan tulis di depan sehingga harus maju ke depan untuk bisa melihat papan tulis," kata Erni.

Pihaknya memperkirakan gangguan kesehatan mata anak ini terjadi karena mereka banyak bermain gawai selama pandemi.

"Mungkin karena banyak bermain dengan gadget ya," katanya.

Baca juga: KPPPA: Perlu pemberatan sanksi pelaku kasus pemerkosaan di Padang

Baca juga: Tinggal kelas karena beda agama, sekolah diminta tak cederai hak anak

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021