Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya dalam Indonesia-German Renewable Energy Day 2021, Selasa, mengatakan target tersebut akan bisa dicapai dengan dukungan segenap pemangku kepentingan hingga pemasangan PLTS Atap oleh masyarakat.
"Kami optimis dengan RUPTL dan dukungan semua stakeholder dan animo industri dengan seluruh masyarakat yang memasang PLTS Atap, kami yakin kontribusi 23 persen EBT pada 2025 dapat tercapai," katanya.
Chrisnawan menjelaskan bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025 merupakan target jangka pendek yang harus dicapai pemerintah.
Baca juga: Pemerintah ungkap strategi tingkatkan penggunaan energi terbarukan
Sementara untuk jangka menengah, pemerintah menargetkan pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC) di mana Indonesia penurunan emisi pada 2030 mencapai 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional.
Ada pun target jangka panjangnya adalah net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Chrisnawan menuturkan, khusus untuk target NDC, pemerintah pun optimis target bisa dicapai menyusul realisasi penurunan emisi pada 2020.
Baca juga: Kurang 130 MW, Bauran EBT disebut telah capai 270 MW pada 2021
Realisasi penurunan emisi gas rumah kaca pada 2020 mencapai 64,4 juta ton CO2, jauh lebih tinggi dibandingkan target awal 58 juta ton CO2.
Ia menyebut, di dalam NDC, Indonesia menargetkan 29 persen penurunan emisi, di mana jumlah sekitar 314 juta ton CO2 di sektor energi. Sementara itu, target penurunan emisi sebesar 41 persen dengan bantuan internasional dipatok sebesar 446 juta ton CO2.
"Kami optimis target 314 juta ton dapat tercapai memperhatikan realisasi target penurunan emisi yang melampaui targetnya. Contoh di 2020, realisasinya 64 juta ton CO2 dan targetnya di bawah itu. Jadi kami optimis dengan adanya kerja sama sama semua sektor dan dukungan internasional, ini bisa tercapai," katanya.
Lebih lanjut, Chrisnawan menekankan pentingnya dukungan internasional, termasuk Jerman, dalam upaya mendorong transisi energi yang saat ini digalakkan.
Menurut dia, Jerman memiliki kemampuan teknolog dalam pengembangan EBT dan menuju transisi energi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa teknologi semata tidaklah cukup.
"Soal transisi energi, tidak hanya teknologi yang kita butuhkan tapi juga dukungan investasi agar bisa masuk sehingga transisi energi menuju energi yang lebih bersih dapat berjalan dengan baik," pungkasnya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021