penyakit yang paling mematikan adalah ketidaksetaraan itu
Ketua Sekretariat Nasional Jaringan Indonesia Positif (JIP) Meirinda Sebayang mengatakan ketidaksetaraan dan diskriminasi menjadi penyebab sulitnya mengatasi permasalahan yang menyangkut penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia.
“Sebenarnya penyakit yang paling mematikan adalah ketidaksetaraan itu. Ketika mereka merasakan di stigma, didiskriminasi sehingga mereka merasa terkucilkan dan tidak diakui,” kata Meirinda dalam press briefing World AIDS Day 2021 yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Meirinda menuturkan adanya ketidaksetaraan dan diskriminasi yang didapatkan oleh penderita HIV membuat mereka tidak memiliki ketangguhan dan daya upaya guna meningkatkan kualitas hidup mereka.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh pihaknya sejak bulan Agustus 2020, kehidupan orang dengan HIV (ODHIV) terkena dampak yang cukup signifikan setelah terjadinya pandemi COVID-19 meliputi ketidaksetaraan sosial, keterbatasan akses kesehatan termasuk permasalahan ekonomi dan hukum hak asasi manusia.
Menurutnya, kurang lebih sebanyak 1.137 orang dengan HIV belum mendapatkan dan tidak memiliki jadwal vaksin COVID-19. Hal tersebut dikarenakan beberapa orang dalam kelompok tersebut tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), khususnya mereka yang menjadi kaum marjinal seperti transpuan atau pekerja seks.
Pandemi juga merubah fungsi layanan ditujukan menjadi pelayanan COVID-19 sehingga penderita HIV sempat tak tahu kemana harus mengakses pengobatan seperti pengobatan antiretroviral (ARV). Hilangnya pendapatan juga menyebabkan penderita terhambat untuk mengakses rumah sakit atau puskesmas.
Kemudian sebanyak lima persen melaporkan ditolak untuk dapat mengakses perawatan COVID-19 karena mengidap HIV. Hal tersebut membuat mereka diminta untuk menyertakan surat rekomendasi dari dokter yang merawat atau ditolak dengan alasan seperti tidak adanya pelayanan pasien COVID-19 bagi orang yang hidup dengan HIV.
“Studi-studi yang kita lihat ini, seperti yang dilihat dari responden terkait dengan kekerasan berbasis gender COVID-19 orang dengan HIV, memperburuk situasi kekerasan terutama kepada perempuan,” kata dia.
Terdapat pula yang melaporkan mengalami kerentanan kekerasan berbasis gender juga meningkat. Beberapa mengaku pernah dipukul, ditampar atau disakiti secara fisik oleh seseorang selama masa pandemi berjalan.
Ia menekankan kedua permasalahan itu perlu diselesaikan untuk dapat membantu penderita HIV mendapatkan akses layanan obat sekaligus menciptakan dukungan untuk menghadapi pandemi AIDS bersamaan dengan pandemi COVID-19 di Tanah Air.
Baca juga: Kemenkes perkirakan orang dengan HIV di Indonesia capai 543.100 jiwa
Baca juga: Kemenkes: Penanganan HIV tetap diperkuat di tengah pandemi COVID-19
Baca juga: Kemenkes sebut varian Omicron berkaitan dengan infeksi HIV
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021