Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kombinasi kebijakan, uang, dan teknologi merupakan solusi perubahan iklim, sehingga ketiganya tidak bisa terpisahkan.Kalau kita pakai salah satu saja agak susah karena memang kita harus beradaptasi dan memitigasi risiko perubahan iklim
"Kalau kita pakai salah satu saja agak susah karena memang kita harus beradaptasi dan memitigasi risiko perubahan iklim di mana adaptasi butuh biaya banyak dan mitigasi harus dari berbagai sisi baik kebijakan maupun teknologi," kata Sri Mulyani dalam Leader’s Podcast: Fiscal Policy Dynamics to 2045 di Jakarta, Rabu.
Dari sisi kebijakan, saat ini muncul inisiasi pasar karbon yang akan menciptakan dukungan atau inovasi terhadap ekonomi agar pihak yang bisa mengurangi polusi dihargai dan yang menyebabkan polusi dikenakan bayaran.
Dengan demikian, Bendahara Negara menilai pihak yang menyebabkan polusi akan mulai berpikir untuk mengurangi karbon dan pada akhirnya mencari teknologi yang tepat, sehingga pemanfaatan teknologi juga menjadi penting dalam mendukung kebijakan.
"Selama produksi karbondioksida tidak dikenakan bayaran, orang akan terus memproduksinya, sehingga kami berikan kebijakan bisa melalui pajak, subsidi, atau insentif," ungkap dia.
Selain itu, ia menuturkan untuk menjalankan kebijakan yang ada diperlukan dana yang cukup besar agar aturan bisa diimplementasikan dengan baik.
Maka dari itu, negara-negara berkembang membutuhkan bantuan dari negara maju yang telah menjanjikan pendanaan sebesar 100 miliar dolar AS per tahun untuk agenda perubahan iklim.
"Ini yang terus saya tagih sebagai Ketua Koalisi Menkeu Dunia untuk atasi perubahan iklim, karena memang negara maju yang cenderung lebih banyak mengotori bumi," tutupnya.
Baca juga: Menkeu : Indonesia bawa isu pengurangan emisi karbon di Presidensi G20
Baca juga: Menkeu: RI butuh 5,7 miliar dolar AS per tahun danai transisi energi
Baca juga: Menkeu: Penurunan emisi karbon RI sangat ditentukan lima sektor
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021