Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menyosialisasikan pajak dan perdagangan karbon kepada para pelaku usaha di sektor ketenagalistrikan.Pelaksanaan uji coba perdagangan karbon ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021
Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Wanhar mengatakan uji coba perdagangan karbon pada pembangkit listrik menggunakan konsep cap and trade serta offset.
"Konsep cap merupakan nilai batas atas emisi gas rumah kaca yang ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan trade merupakan perdagangan selisih tingkat emisi gas rumah kaca terhadap nilai cap di antara unit yang di atas cap dengan unit di bawa cap," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis.
Adapun offset merupakan penggunaan kredit karbon dari kegiatan-kegiatan aksi mitigasi dari luar lingkup perdagangan karbon untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan.
Wanhar mengungkapkan bahwa uji coba perdagangan karbon tersebut diikuti oleh 32 unit pembangkit PLTU dengan rincian 14 unit PLTU bertindak sebagai buyer dan 18 unit PLTU bertindak sebagai seller.
Pelaksanaan uji coba perdagangan karbon ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.
"Regulasi ini baru saja diterbitkan tanggal 29 Oktober 2021," kata Wanhar.
Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Munir Ahmad mengatakan pemerintah telah menyusun prinsip pelaksanaan netralitas karbon dan peta jalan transisi energi, salah satunya melalui penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon.
"Pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, yaitu sebesar 29 persen dari bussines as usual atau sebesar 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030," kata Munir.
Berdasarkan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), sektor energi memiliki target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 314 juta ton karbon dioksida dari bussines as usual pada 2030, dan 446 juta ton karbon dioksida dengan bantuan internasional.
Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, Munir mengatakan bahwa perdagangan emisi wajib diberlakukan paling lambat tujuh tahun sejak regulasi tersebut diterapkan pada 10 November 2024.
Sebagai persiapan menuju tahapan mandatori di tahun 2025, maka pada tahun ini, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan mulai melaksanakan uji coba perdagangan karbon untuk PLTU batu bara secara voluntary.
"Untuk pelaksanaan uji coba ini dilakukan melalui Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi Kategori C, yaitu penurunan dan perdagangan emisi kabon di sektor pembangkit listrik," jelas Munir.
Secara umum pelaksanaan uji coba ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memberikan pemahaman kepada pemangku kepentingan dengan konsep Nilai Ekonomi Karbon, khususnya perdagangan karbon melalui cap and trade serta offset, sebagai persiapan dalam rangka pelaksanaan perdagangan emisi secara mandatori ke depannya.
Selain itu, uji coba ini juga bertujuan menarik peran serta non-party stakeholder untuk berpartisipasi dalam pemenuhan target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Baca juga: IOG 2021 perdalam inisiatif rendah karbon dan migas nonkonvensional
Baca juga: Kementerian ESDM taruh perhatian penuh pada sistem penyimpanan energi
Baca juga: COP ke-26, Menteri ESDM sampaikan komitmen RI capai net zero emission
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021