• Beranda
  • Berita
  • Pemeriksaan penerbangan 2 pekan lalu disarankan demi deteksi Omicron

Pemeriksaan penerbangan 2 pekan lalu disarankan demi deteksi Omicron

3 Desember 2021 10:14 WIB
Pemeriksaan penerbangan 2 pekan lalu disarankan demi deteksi Omicron
Ilustrasi bepergian menggunakan pesawat (Pixabay)
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Tjandra Yoga Aditama menyarankan pemeriksaan penerbangan dari luar negeri ke tanah air sekitar dua minggu ke belakang untuk menelusuri kemungkinan masuknya varian Omicron.

"Melihat laporan beberapa negara bahwa kasus dari penerbangan sudah mulai sejak minggu-minggu yang lalu, maka akan amat baik kalau di kita juga dilakukan pemeriksaan sekitar 2 minggu ke belakang," kata dia melalui pesan elektroniknya, Jumat.

Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes itu mengatakan, masih ada kemungkinan orang asing masuk ke Indonesia sebelum 29 November 2021 yakni saat aturan penolakan masuk sementara orang asing yang pernah tinggal dan atau mengunjungi daerah terjangkit berlaku.

Mereka bisa saja telah menyelesaikan karantina selama tiga hari sesuai aturan dan kini sudah ada di tengah-tengah masyarakat. Walau sesudah tiga hari karantina yang lalu PCR mereka negatif tetapi karena masa inkubasi COVID-19 dapat sampai lebih dari 2 minggu, maka hasil PCR positif baru muncul belakangan.

Baca juga: Pakar: PCR masih bisa deteksi Omicron

Baca juga: Reisa: Lakukan protokol kesehatan hadapi potensi varian COVID-19


"Maka dapat saja baru belakangan PCR-nya positif, seperti sudah terjadi di negara-negara lain," papar Tjandra yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.

Menurut dia, apabila ada di antara warga asing itu mendapatkan hasil positif pada tes PCR dan terdeteksi varian Omicron, maka buruk akibatnya bagi situasi epidemiologi di Indonesia.

Oleh karena itu, Tjandra menegaskan pentingnya mitigasi berlapis yakni penelusuran kepada mereka yang datang dalam 2 atau 3 minggu lalu. Perlu ada kepastian kesehatan mereka termasuk apakah mereka sakit dan diisolasi lalu ditangani secara seksama termasuk “genome sequencing” nya.

"Harus ada mitigasi berlapis dimana perlu dilakukan penelusuran kepada mereka yang datang dalam 2 atau 3 minggu yang lalu, apakah mereka sekarang sehat saja atau barangkali ada yang sakit yang tentu harus diisolasi dan ditangani dengan seksama, termasuk “genome sequencing” nya," kata Tjandra.

Varian Omicron pada 2 Desember lalu ditemukan sebanyak 390 kasus di 31 negara, yakni 15 di Eropa dan 4 negara di Asia antara lain Hong Kong, Korea Selatan, India dan Singapura.

Menurut European CDC, tidak ada riwayat perjalanan pasien ke Afrika dan tak ada riwayat kontak dengan kasus yang melakukan perjalanan ke wilayah itu.

Laporan dari Australia juga mendapatkan kasus Omicron yang pasiennya tidak memiliki riwayat penerbangan dari daerah Selatan Afrika, walau dia sempat tiba Doha dan Sydney pada 23 November 2021. Otoritas kesehatan setempat memperkirakan pasien tertular di pesawat terbang.

Sementara itu, Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA) melaporkan lima kasus Omicron dan, 2 di antaranya pasangan yang baru datang dari Nigeria minggu yang lalu. Pasangan ini sudah mendapat vaksinasi lengkap.

Baca juga: Zimbabwe konfirmasi kemunculan Omicron

Baca juga: Jerman temukan kasus pertama Omicron di Berlin

Baca juga: Belanda sebut belasan penumpang yang terinfeksi Omicron telah divaksin

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021