Menurut LaNyalla, hal itu penting ditekankan agar Indonesia tidak hanya menjadikan sarana teknologi dan digital sebagai sarana hiburan belaka, tetapi juga menciptakan produktivitas dan nilai tambah bagi perekonomian.
"Yang ingin saya tekankan dalam hal ini adalah, ayo bersiap. Tidak ada kata terlambat. Semua anak muda harus bersiap. Jangan sampai besarnya pasar ekonomi digital itu justru dinikmati oleh perusahaan-perusahaan besar dari luar negeri," kata LaNyalla dalam siaran pers dikutip Jumat.
Hal itu disampaikannya saat hadir secara virtual sebagai pembicara kunci pada Seminar Nasional Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Jumat.
Pada acara yang mengambil tema "Digitalisasi dan Teknologi Sebagai Infrastruktur Bagi Milenial Dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045", LaNyalla memaparkan besarnya potensi ekonomi digital.
Dari tahun ke tahun, kata dia, nilai transaksi belanja daring terus meningkat. Pada tahun 2020 nilainya mencapai Rp266 triliun.
Namun, dia mengaku prihatin lantaran produk impor masih marak dijual di berbagai pasar daring di Tanah Air.
Ketua Dewan Penasehat KADIN Jawa Timur itu mengatakan bahwa mayoritas penjual di pasar daring adalah warga lokal, tetapi produk yang dijual justru banyak yang didatangkan dari luar negeri. Menurut dia, hal itu harus menjadi perhatian bersama.
"Penjual di marketplace hanya ambil marjin. Nilai tambah utama tentu ada pada produk atau pelaku impor di luar negeri. Inilah salah satu PR kita untuk membawa anak-anak muda masuk dalam ekosistem belanja digital," kata LaNyalla.
Lebih lanjut LaNyalla mengatakan bahwa ekonomi digital tidak hanya tentang belanja daring semata, tetapi di dalamnya terdapat berbagai segmen bisnis lainnya.
Belum lagi jika berbicara tentang perkembangan teknologi gelombang baru dunia digital seperti teknologi 5G, IoT atau internet of thing, blockchain, kecerdasan artifisial, dan cloud computing.
"Semuanya itu jika kita tangkap dengan baik peluangnya, tentu akan sangat memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi bangsa kita," ujarnya.
Dikatakanya, banyak riset menunjukkan bahwa ekonomi digital Indonesia akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030 dengan nilai diprediksi mencapai Rp4.500-an triliun.
Namun, kata dia, ada beberapa catatan penting yang harus dibenahi bila ingin memperkuat daya saing dalam menghadapi pesatnya perkembangan ekonomi digital.
Pertama, kesiapan sumber daya manusia sebagai pilar dasar dalam ekosistem inovasi digital. LaNyalla mengatakan digital hanyalah alat, tetapi skema, inovasi, terobosan, dan peruntukkannya didasarkan pada perencanaan manusia.
"Sehingga SDM kaum muda harus disiapkan sejak saat ini, tidak bisa ditunda-tunda lagi," kata dia.
Kedua, kesiapan infrastruktur. Dia menilai saat ini fasilitas infrastruktur telekomunikasi masih belum merata, terutama di kawasan timur Indonesia.
Menurut dia, tanpa pemerataan infrastruktur telekomunikasi, akan sulit menciptakan kaum muda kreatif dengan sentuhan digital di pelosok-pelosok negeri.
Ketiga, kesiapan regulasi. Dipaparkan LaNyalla, bahwa digital adalah dunia yang dinamis, sehingga pemerintah harus menyiapkan regulasi modern, mengakomodasi perkembangan zaman, serta tetap dalam koridor aturan yang baik dan memihak kepada kepentingan bangsa.
LaNyalla percaya GMKI melalui kegiatan seminar nasional tersebut ingin memberi kontribusi positif bagi perjalanan bangsa ke depan, terlebih organisasi itu memilki tokoh panutan dokter J. Leimena, yang juga pahlawan nasional sekaligus penggagas cikal bakal lahirnya GMKI.
"Karena itu, ke depan, saya berharap para anggota GMKI bisa terus mengaktualisasikan diri, belajar dengan giat, berorganisasi dengan baik, beribadah dengan tekun dan mengabdi kepada rakyat tanpa mengenal lelah, sehingga lahir dokter J. Leimena yang lain di era saat ini," ucap LaNyalla.
Baca juga: Ketua DPD dorong percepatan adaptasi teknologi digital
Baca juga: Ketua DPD RI dorong peningkatan literasi teknologi kaum perempuan
Baca juga: Ketua DPD berharap BRIN jadi lokomotif kedaulatan teknologi nasional
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021