• Beranda
  • Berita
  • Akademisi: Konsep moderasi beragama harus diterapkan dari rumah tangga

Akademisi: Konsep moderasi beragama harus diterapkan dari rumah tangga

4 Desember 2021 14:12 WIB
Akademisi: Konsep moderasi beragama harus diterapkan dari rumah tangga
Rektor UIN Datokarama Prof Dr H Sagaf S Pettalongi MPd menyampaikan materi pada workshop peran perempuan sebagai penguat moderasi beragama dan kebangsaan di Sigi, Sabtu. (ANTARA/Muhammad Hajiji)

mengontrol anak-anaknya agar tidak terkontaminasi paham radikalisme

Akademisi sekaligus Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr H Sagaf S Pettalongi MPd mengemukakan konsep moderasi beragama perlu diterapkan dari rumah tangga, sebagai bentuk pencegahan keluarga dari faham intoleransi, radikalisme dan terorisme.

"Rumah tangga dan keluarga menjadi satu komponen sosial yang perlu dikuatkan untuk optimalisasi peningkatan kualitas perdamaian dengan pendekatan moderasi beragama," ucap Prof Sagaf Pettalongi, di Sigi, Sabtu.

Pernyataan itu disampaikan oleh Prof Sagaf saat berbicara sebagai narasumber utama dalam kegiatan peningkatan kapasitas perempuan sebagai agen perdamaian bertajuk "workshop peran perempuan sebagai penguat moderasi beragama dan kebangsaan".

"Rumah tangga dan keluarga menjadi satu komponen yang rentan terpapar faham intoleransi, radikalisme dan terorisme. Olehnya, pendekatan moderasi beragama dalam pembinaan rumah tangga dan keluarga menjadi hal penting," katanya.

Rektor UIN Datokarama Palu itu menjelaskan moderasi beragama dapat dikatakan sebagai cara beragama yang moderat, untuk menghindari keekstreman dalam praktik beragama.

Moderasi beragama menjadi pendekatan untuk peningkatan wawasan umat beragama yang diharapkan berdampak pada pemikiran dan sikap serta upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku kekerasan, mencari jalan tengah yang menyatukan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.

Prof Sagaf menguraikan terdapat empat ciri yaitu memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, yang ditandai dengan menjunjung tinggi nilai-niai Pancasila dan UUD 1945.

Kemudian, menolak atau anti-kekerasan baik dalam bentuk fisik atau non-fisik. Berikutnya, bersikap toleran yaitu menghormati perbedaan yang ada dan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada penganut agama lain untuk menjalankan perintah agamanya.

Selanjutnya, menerima dan menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan budaya yang dianut oleh masyarakat.

"Maka penguatan rumah tangga dan keluarga harus berorientasi pada pembangunan empat ciri tersebut," ujarnya.

Dengan terbangunnya rumah tangga dan keluarga yang moderat, maka, kata Prof Sagaf, intoleransi, radikalisme dan terorisme dapat dibendung secara optimal.

"Karena rumah tangga dan keluarga, orang tua, memiliki peran yang sangat strategis dalam membina generasi muda,"sebutnya.

Orang tua dengan pemahaman moderasi beragama yang kuat, ujarnya, akan melindungi anak-anaknya agar tidak terkontaminasi dan mengakses informasi-informasi yang bernuansa intoleransi, radikalisme dan terorisme.

"Komponen keluarga yang paling dekat dengan anak adalah ibu. Maka di sinilah letak peran strategis perempuan pada rumah tangga, dalam menjadi agen perdamaian dengan mengontrol anak-anaknya agar tidak terkontaminasi paham radikalisme," kata Prof Sagaf.
Peserta workshop peran perempuan sebagai penguat moderasi beragama dan kebangsaan di Sigi, Sabtu. (ANTARA/Muhammad Hajiji)


Baca juga: UIN Datokarama tingkatkan peran perempuan Sigi sebagai agen perdamaian 

Baca juga: Rektor UIN Palu: Masyarakat jangan terpengaruh dengan ujaran kebencian


Baca juga: Rektor UIN Palu: AICIS wujud nyatakan PTKIN bangun peradaban Islam



 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021