Kawah Jonggring Saloko bergemuruh

4 Desember 2021 22:33 WIB
Kawah Jonggring Saloko bergemuruh
Arsip foto - Gunung Semeru mengeluarkan lava pijar terlihat dari Desa Oro Oro Ombo, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (17/1/2021). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

Semeru, gunung dengan ketinggian mencapai 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) yang terletak di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur, menyimpan sejuta pesona sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa.

Gunung Semeru yang merupakan gunung berapi kerucut itu memiliki puncak yang dikenal dengan sebutan Mahameru dan kawah berjuluk Jonggring Saloko. Semeru, memiliki daya tarik yang tiada duanya di Indonesia, khususnya bagi para pendaki.

Semeru yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru selama ini selalu mencuri perhatian bagi setiap orang yang melihatnya. Pesona dan kegagahan Semeru, bagai menyajikan sejuta keindahaan, sekaligus potensi bahaya.

Gunung Semeru, tidak hanya mencuri perhatian jika dilihat dari kejauhan. Para pendaki banyak yang berkeinginan untuk menaklukkan gunung tertinggi ketiga di Indonesia itu dan mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan seumur hidup mereka.

Pendakian ke Gunung Semeru memang membutuhkan usaha yang tidak mudah, namun seluruh keringat yang keluar dari tubuh para pendaki akan dibayar dengan panorama alam yang sempurna.

Perjalanan untuk menaklukkan sang raksasa di Pulau Jawa itu akan diselingi dengan pesona sejumlah danau yang seolah melengkapi bentang alam itu. Ranu Kumbolo, merupakan salah satu danau yang menjadi ikon di Gunung Semeru.

Danau cantik yang seolah menjadi pelepas dahaga itu berada pada ketinggian 2.389 mdpl. Danau itu menjadi salah satu tempat yang akan disinggahi para pendaki untuk menyatu dengan alam dan merasakan dinginnya pelukan Semeru.

Terlepas dari semua keindahan dan kemegahan Gunung Semeru, sang raksasa itu juga menyimpan sejumlah potensi bahaya yang mengancam. Di Puncak Mahameru, para pendaki tidak disarankan untuk menuju Kawah Jonggring Saloko karena adanya gas beracun.

Ancaman dan potensi bahaya yang tersimpan di Gunung Semeru, tidak hanya mengintai para pendaki. Masyarakat yang tinggal di sekitar gunung tersebut, hidup berdampingan dengan salah satu gunung berapi aktif di Indonesia itu.


Jonggring Saloko Bergemuruh

Gunung dengan kawah Jonggring Saloko yang tidak pernah tidur itu, pada 4 Desember 2021 mengeluarkan "amarahnya". Guguran awan panas dan material vulkanik menyembur dari kawah dan memberikan dampak besar pada wilayah yang berada di jalur guguran awan panasnya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada Sabtu, kurang lebih pukul 15.20 WIB, muntahan awan panas dan material vulkanik meluncur mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang.

Erupsi gunung berapi aktif itu memiliki catatan sejarah panjang sejak 1818. Gunung Semeru merupakan gunung dengan tipe vulcanian atau memiliki letusan eksplosif dan dapat menghancurkan kubah dan lidah lava yang terbentuk sebelumnya.

Kemudian, gunung tersebut juga memiliki tipe strombolian yang terjadi 3-4 kali setiap jam, yang mampu membentuk kawah dan lidah lava baru. Letusan pada awal Desember di pengujung Tahun 2021, membuat kepanikan warga, khususnya yang ada di Kecamatan Pronojiwo.

Dari sejumlah video milik warga yang beredar di media sosial, awan panas yang menyembur dari kawah Jonggring Saloko terlihat sangat besar. Seolah awan itu diembuskan dalam satu kali nafas dari perut sang raksasa itu.

Warga terlihat berlarian untuk menyelamatkan diri dari amukan gunung tertinggi di Pulau Jawa itu. Seakan tidak berdaya, masyarakat hanya bisa melihat keagungan Gunung Semeru dengan kekuatan yang kini diperlihatkan.

Dampak dari letusan Gunung Semeru itu, hingga Sabtu malam dilaporkan puluhan warga Kabupaten Lumajang mengalami luka bakar dan satu orang meninggal dunia akibat semburan awan panas. Tercatat, ada sebanyak 48 warga yang mengalami luka bakar.

Selain itu, usai memuntahkan guguran awan panas dan material vulkanik, banjir lahar dingin juga memberikan dampak kerusakan cukup besar. Jembatan penghubung antara wilayah Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang putus diterjang banjir lahar dingin.

Baca juga: Geologi ESDM: Letusan Semeru berkaitan dengan curah hujan tinggi

Jembatan Gladak Perak yang merupakan penghubung jalan nasional tersebut hancur akibat terjangan material vulkanik yang dimuntahkan Gunung Semeru. Akses jalan tersebut, sesungguhnya merupakan jalur evakuasi yang penting.


Penanganan Bencana

Pemerintah melalui BNPB, memberikan respons cepat bencana guguran awan panas yang berdampak pada Kabupaten Lumajang tersebut. BNPB telah melakukan evakuasi penduduk agar aman dan mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan.

Kepala BNPB Mayjen TNI Suharyanto dalam jumpa pers virtual di Jakarta menyatakan bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang bersama tim gabungan telah menuju ke lokasi kejadian di sektor Candipuro dan Pronojiwo untuk melakukan sejumlah langkah.

Selain itu, BPBD Lumajang dengan koordinasi bersama BNPB juga mengupayakan pendirian sejumlah titik pengungsian yang dipergunakan untuk menampung warga terdampak letusan Gunung Semeru itu.

"Lokasi pengungsian saat ini ada dan sudah terisi, ada di tiga desa, di dua kecamatan, yakni di Desa Supiturang dan Desa Curah Kobokan di Kecamatan Pronojiwo dan Desa Sumberwuluh di Kecamatan Candipuro," kata Suharyanto.

Selain BNPB, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal TNI Andika Perkasa juga telah mengerahkan prajurit teritorial yang ada di sekitar Gunung Semeru untuk membantu penanganan bencana.

Baca juga: Sejarah letusan Gunung Semeru terekam sejak Tahun 1818

Panglima memastikan prajurit TNI di tingkat teritorial setingkat komando distrik militer (kodim), komando resor militer (korem) hingga komando daerah militer (kodam), akan membantu penanganan bencana bersama BNPB dan unsur terkait.

"Kami juga akan melakukan dukungan dari pusat, supaya lebih bisa tertangani untuk penanganan bencana di daerah," katanya.

Semeru, dengan seluruh pesona yang selalu memukau tetap harus diwaspadai. Bencana letusan gunung berapi tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi. Semeru yang megah akan tetap hidup berdampingan dengan masyarakat dengan segala keindahan dan ancaman bencana yang ada.
Baca juga: BNPB respons cepat bencana guguran awan panas Gunung Semeru

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021