"Jadi letusan kemarin bukan tiba-tiba, tapi memang sudah terjadi letusan kegiatan magmatisme jauh sebelumnya. Hanya kemarin saat letusan besar, secara kebetulan bersamaan dengan curah hujan tinggi,” kata Nana dalam keterangan resmi Unpad di Bandung, Senin.
Menurutnya dampak besar dari erupsi Gunung Semeru diakibatkan adanya dua gaya yang bekerja, yaitu endogen dan eksogen. Gaya endogen terjadi dari aktivitas magma yang mendorong material vulkanik naik ke permukaan, sedangkan gaya eksogen diakibatkan hujan ekstrem.
Baca juga: Bantul kirim delegasi relawan bantu korban terdampak erupsi Semeru
Material vulkanik yang tertumpuk di kubah menurutnya secara langsung bersentuhan dengan air hingga akumulasi material tersebut kemudian dialirkan oleh air dan hanyut ke bawah melalui lembahan dan sungai-sungai. Akibatnya, kata dia, banjir lahar mampu menyapu kawasan di lembahan Semeru.
“Kalau tidak ada hujan, maka seluruh material yang keluar sifatnya belum langsung menjadi lahar. Ini karena musim hujan, kebetulan hujan besar, material yang teronggok di atas terkena air, dan hanyut ke sungai,” katanya.
Adapun menurutnya letusan Semeru memiliki karakter sendiri. Hal ini disebabkan, setiap komplek gunung berapi di Indonesia memiliki dapur magmanya tersendiri.
Baca juga: Pemkab Lumajang siapkan sekolah jadi lokasi pengungsian Semeru
“Antara satu gunung api dengan yang lain sebenarnya berbeda. Karena itu, karakternya juga berbeda karena kandungannya berbeda,” kata dia.
Dilihat dari tipe letusan berdasarkan hasil penelitian dan historis, dia mengatakan Gunung Semeru secara spesifik memiliki erupsi yang besar.
Setelah itu, ia memprediksi gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut kemudian akan tertidur kembali.
Baca juga: BNPB berkoordinasi dengan Kementerian PUPR pulihkan dampak Semeru
Status gunung berapi, menurutnya kemudian akan berubah berdasarkan data yang diamati dan direkam di stasiun pengamatan. Pergerakan aktivitas gunung berapi juga menurutnya dilakukan berdasarkan historis erupsi sebelumnya.
“Jadi, karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” kata Nana.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021