Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif The Cyrus Network Hasan Nasbi mengatakan habisnya masa jabatan kepala daerah dan pembentukan koalisi partai dengan penentuan calon presiden (capres) lebih awal akan mengubah peta dukungan publik terhadap capres 2024.
Menurut Hasan Nasbi, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, capres yang tidak lagi memiliki jabatan akan mengalami kesulitan meraih dukungan publik dan penentuan capres yang lebih awal cenderung lebih diinginkan masyarakat.
"Ini dua hal yang bisa mengubah peta survei. Kalau sudah dibungkus, saya yakin orang akan melihat, oh ini yang sudah punya tiket (mencalonkan diri sebagai capres)," ujar Hasan dalam diskusi yang diselenggarakan Total Politik, Jakarta, Senin.
Secara lebih lanjut, menurut Hasan, hasil survei capres dari lembaga-lembaga yang kredibel selalu menempatkan tiga nama teratas, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Tiga nama tersebut, lanjut dia, bahkan sudah muncul dalam berbagai survei pasca-Pilpres 2019. Perbedaannya adalah posisi nomor dua yang sempat ditempati Anies Baswedan, saat ini telah diambil alih Ganjar Pranowo.
Kemudian, Hasan pun menjelaskan pengaruh masa jabatan dari dua di antara tiga calon tersebut yang akan segera berakhir terhadap perubahan peta dukungan publik di Pilpres 2024.
Menurutnya, Anies Baswedan yang akan habis masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2022 dan Ganjar Pranowo yang masa jabatannya berakhir pada 2023 sebagai Gubernur Jawa Tengah berkemungkinan mengalami penurunan dukungan publik.
"Itu efeknya bisa luas karena tidak punya jabatan itu, jangankan dengan partai, dengan teman sendiri saja susah," ucap Hasan.
Dia memberikan contoh Gatot Nurmantyo yang mengalami penurunan dukungan dalam survei.
Hasan Nasbi juga mengamati partai-partai yang berpotensi untuk memajukan calon presiden di Pilpres 2024. Menurutnya berdasarkan perolehan suara partai dalam survei, tiga partai paling potensial memajukan calon adalah PDIP, Gerindra, dan Golkar. Partai PDIP, kata Hasan, bisa memajukan calon sendiri, sedangkan Gerindra dan Golkar membutuhkan satu partai tambahan.
Penentuan koalisi partai dan calon presiden yang mereka ajukan, menurut dia, dapat memengaruhi jumlah dukungan karena masyarakat cenderung menilai pencalonan ketika mendekati pilpres itu buruk.
“Namun, elite politik kerap menginginkan calon ditentukan di akhir-akhir karena di akhir makin tinggi harga negonya. Padahal, publik menginginkan jauh-jauh hari, " ujar Hasan Nasbi.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021