Angka balita stunting di 31 kecamatan Kota Surabaya, Jawa Timur, dalam tiga bulan terakhir turun dari sebelumnya 5.727 kasus menjadi 1.785 kasus.data harus kuat
"Stunting bisa diturunkan dari 5.727 ke 1.785 kasus. Jadi pada posisi-posisi inilah yang kita lakukan (pemetaan), dari 1.785 itu kita pisahkan lagi. Kita sentuh dalam tiga bulan terakhir, maka dalam tiga bulan ke depan (stunting) harus titiknya nol," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi seusai memimpin rapat evaluasi penanganan stunting di Kantor Bappeko Surabaya, Senin.
Menurut dia, pemetaan itu dilakukan supaya dapat diketahui mana warga Surabaya dan non-KTP Surabaya. Termasuk pula warga yang baru pindah ke Surabaya ketika balitanya mengalami gizi buruk atau stunting.
Dengan demikian, lanjut dia, diharapkan intervensi pemkot untuk menangani kasus balita stunting dapat diprioritaskan.
"Kalau ada warga non-Surabaya yang pindah KTP Surabaya, maka harus diberi tanda. Ketika dia (balitanya) mengalami gizi buruk atau stunting, berarti secara otomatis bukan salah kita," katanya.
Baca juga: Program "Jago Centing" untuk cegah stunting digalakkan di Surabaya
Baca juga: BKKBN : Surabaya bisa jadi percontohan nol kematian ibu dan anak
Selain itu, langkah pemetaan balita stunting itu dilakukan supaya intervensi yang diberikan pemkot, benar-benar tepat sasaran.
Wali Kota Eri juga mengaku tak ingin ketika anggaran dan intervensi yang disiapkan pemkot untuk warga Kota Pahlawan justru kemudian berkurang karena harus dibagi dengan warga luar Surabaya.
"Jadi jangan sampai Surabaya yang menyediakan anggaran untuk orang Surabaya ketika tahu di Surabaya semuanya gratis dan disentuh, warga berbondong-bondong pindah ke Surabaya. Ini yang saya tidak ingin, makanya data harus kuat," ujarnya.
Maka dari itu, Eri menginstruksikan seluruh jajarannya baik di tingkat Perangkat Daerah (PD) terkait maupun kecamatan dan kelurahan, agar terjun langsung ke lapangan. Sehingga ketika ada warga yang balitanya mengalami stunting dan baru pindah KTP Surabaya dapat tercatat betul.
"Nanti dari 1.785 dipetakan lagi mana yang baru pindah, mana yang bukan KTP Surabaya. Nanti biar ke depannya kita benar-benar tahu yang Surabaya harus kita jadikan nol persen (stunting) tiga bulan ke depan," katanya.
Baca juga: Jumlah anak kerdil di Surabaya selama 2019 turun
Selain itu, langkah pemetaan balita stunting itu dilakukan supaya intervensi yang diberikan pemkot, benar-benar tepat sasaran.
Wali Kota Eri juga mengaku tak ingin ketika anggaran dan intervensi yang disiapkan pemkot untuk warga Kota Pahlawan justru kemudian berkurang karena harus dibagi dengan warga luar Surabaya.
"Jadi jangan sampai Surabaya yang menyediakan anggaran untuk orang Surabaya ketika tahu di Surabaya semuanya gratis dan disentuh, warga berbondong-bondong pindah ke Surabaya. Ini yang saya tidak ingin, makanya data harus kuat," ujarnya.
Maka dari itu, Eri menginstruksikan seluruh jajarannya baik di tingkat Perangkat Daerah (PD) terkait maupun kecamatan dan kelurahan, agar terjun langsung ke lapangan. Sehingga ketika ada warga yang balitanya mengalami stunting dan baru pindah KTP Surabaya dapat tercatat betul.
"Nanti dari 1.785 dipetakan lagi mana yang baru pindah, mana yang bukan KTP Surabaya. Nanti biar ke depannya kita benar-benar tahu yang Surabaya harus kita jadikan nol persen (stunting) tiga bulan ke depan," katanya.
Baca juga: Jumlah anak kerdil di Surabaya selama 2019 turun
Baca juga: Dinkes : Pencegahan stunting di Surabaya perlu komitmen bersama
Baca juga: Aksi cegah kekerdilan akan diimplementasikan di Jawa Timur
Baca juga: Aksi cegah kekerdilan akan diimplementasikan di Jawa Timur
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021