"Meminimalisir NRW ini menjadi prioritas karena dengan penambahan pasokan air yang sudah dimulai pun, belum mencukupi, harus ada water saving yang dilakukan untuk bisa melayani warga Jakarta 100 persen," kata Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo dalam pesan singkat di Jakarta, Senin.
Baca juga: PAM Jaya bentuk tim transisi pengelolaan air bersih Aetra-Palyja
Berdasarkan data dari PAM Jaya, saat ini kebocoran air bersih dari instalasi pengolahan air sampai ke pelanggan mencapai 46 persen.
Bambang menyebut pihaknya menargetkan kebocoran itu maksimal sebesar 24 persen pada 2030 atau bersamaan dengan target 100 persen akses air pada masyarakat di Jakarta.
"Nilai idealnya NRW adalah 25 persen. Dan kita punya rencana untuk menurunkan sampai 24 persen di tahun 2030," ujar Bambang.
Bambang menjelaskan bahwa kebocoran air perpipaan yang dialirkan dari instalasi pengelolaan air (IPA) menuju pelanggan disebabkan dua faktor, yakni kebocoran fisik dan komersial.
Baca juga: SPAM Hutan Kota di Jakarta layani 12 ribu lebih pelanggan
Kebocoran fisik menjadi yang terbesar dengan nilai sebesar 75-80 persen, sementara komersial hanya sebesar 25-30 persen.
Jenis kebocoran fisik, seperti jaringan perpipaan yang tidak handal, mulai dari rusak karena usia, bocor pada sambungan, serta aksesoris yang mengakibatkan adanya kehilangan air. Sementara, kebocoran komerisal, antara lain pencurian air (illegal taping).
Karena kebocoran fisik cukup tinggi, Bambang menyebut prioritas utama untuk mengurangi NRW dengan mengganti pipa baru yang butuh investasi sekitar Rp6 triliun.
Lalu, sasaran utama perbaikan pipa PAM dalam waktu dekat adalah kawasan Jakarta Utara dan Pulomas Jakarta Pusat yang memiliki tingkat kebocoran air perpipaan lebih dari 50 persen.
Baca juga: PAM Jaya optimalkan sungai Jakarta untuk amankan pasokan air baku
Meski demikian, Hernowo menuturkan PAM Jaya mesti lebih dulu menambah jaringan perpipaan ke daerah yang belum tersambung layanan PAM, karena ketika kebocoran bisa ditanggulangi, stok air yang sebelumnya bocor bisa langsung mengalir ke jaringan lainnya.
"Water saving yang dilakukan itu harus kita alirkan lagi. Kan air yang kita hemat harus kita alirkan ke daerah lain. Sehingga, kita juga butuh tambahan perpipaan ke daerah yang saat itu belum ada jaringan perpipaan," ucap Bambang.
Sebelumnya, BUMD PAM Jaya mengoptimalkan sungai, situ, embung, hingga waduk di dalam kota untuk mengamankan pasokan air baku di Jakarta yang selama ini 81 persennya berasal dari Jatiluhur, Jawa Barat dan Cisadane, Banten sebesar 16 persen.
"Apa yang kita lakukan adalah memanfaatkan air-air yang ada di Jakarta dari 13 sungai. Di mana saat ini baru dua sungai selain Ciliwung (Kanal Banjir Barat), yaitu Krukut dan Pesanggrahan, kemudian waduk, situ dan embung," kata Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat, Minggu (5/12).
Baca juga: Pipanisasi PAM Jaya masuk Kemal Muara untuk kejar target 2023
Pasalnya, kata Bambang, pasokan air baku dari Jatiluhur adalah 16.800 liter per detik (lps) yang dikelola oleh Instalasi Pengelolaan Air (IPA) Buaran yang mengelola 6.000 lps, kemudian IPA Pulau Gadung 4.500 lps, serta di IPA Pejompongan 6.300 lps.
Selain dari Jatiluhur, PAM juga mendapat air baku dari PDAM Tangerang ada yang mengolah air Cisadane untuk Jakarta sebagai air curah yang sudah bersih sebanyak 2.875 lps.
Sementara dari sungai-sungai di Jakarta dan yang lainnya, adalah sekitar 6 persen yang berasal dari hulu Sungai Krukut sebanyak 400 lps, sungai Pesanggrahan sebanyak 150 lps, Kanal Banjir Barat 500 lps, dan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) Hutan Kota di Pejompongan sekitar 600 lps.
Baca juga: Mulai 2023, PAM Jaya distribusikan air bersih dari Sungai Ciliwung
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021