Nasib proposal Piala Dunia dua tahunan

7 Desember 2021 20:32 WIB
Nasib proposal Piala Dunia dua tahunan
Arsip foto - Tangan penjaga gawang Prancis Hugo Lloris mengangkat trofi Piala Dunia ketika mereka menaklukkan Kroasia dalam final Piala Dunia 2018 di Stadion Luzhniki, Moskow, Rusia (15/7/20218). ANTARA/REUTERS/Dylan Martinez/aa.
20 Desember 2021 semakin dekat dan semakin sengit pula perdebatan mengenai prakarsa Piala Dunia FIFA setiap dua tahun untuk mengganti setiap empat tahun sekali seperti selama ini berlaku.

Pada tanggal itu organisasi sepak bola dunia FIFA akan menggelar pertemuan global yang salah satunya membahas masa depan sepak bola termasuk mempelajari kelayakan prakarsa Piala Dunia dua tahunan yang awalnya diusulkan oleh federasi sepak bola Arab Saudi itu.

Pertemuan global ini digelar online dengan menghadirkan 211 federasi sepak bola di seluruh dunia yang menjadi anggota FIFA.

Baca juga: Infantino sebut yang menentang perubahan Piala Dunia ketakutan

Rencana Piala Dunia setiap dua tahun sekali itu sepertinya bakal didukung luas oleh mayoritas federasi anggota FIFA. Tapi sayang, kebanyakan mereka ini tak memiliki kompetisi yang kuat dan bukan patokan dunia sepak bola.

Sebaliknya, dua federasi sepak bola regional terkemuka, yakni UEFA di Eropa dan CONMEBOL di Amerika Selatan, menolak mentah-mentah usul ini.

Asosiasi Klub Eropa (ECA) dan Forum Liga-liga Dunia (WLF) juga menyatakan ketidaksetujuannya, bahkan raksasa pemegang hak siar olahraga dunia beIN Sports pun menolaknya.

WLF beranggapan rencana itu bakal menghancurkan nilai sepak bola dalam semua tingkatkan dan mencela prakarsa ini karena tak berusaha mendapatkan dahulu persetujuan liga, klub dan pemain yang menjadi subjek sepak bola modern.

Presiden UEFA Aleksander Ceferin bahkan menyatakan akan memboikot Piala Dunia jika mayoritas dari 211 asosiasi sepak bola mendukung proposal Piala Dunia dua tahunan itu.

UEFA menganggap prakarsa ini membahayakan karena bakal merusak nilai kompetisi dan industri sepak bola modern dan menilai cacat karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan sepak bola global, khususnya klub dan liga, yang keduanya fondasi kemajuan sepak bola global.

Baca juga: Presiden UEFA ancam boikot Piala Dunia bila digelar dua tahun sekali

Tapi tampaknya UEFA khawatir karena proposal ini, aliran pemasukan bisa terpangkas sampai 3 miliar dolar AS jika prakarsa itu diadopsi FIFA.

Ironisnya mereka yang menentang juga menyebut proposal FIFA itu tak lebih dari soal uang. Bahkan penilaian ini disampaikan para pemain sepak bola sendiri, termasuk gelandang Liverpool dan timnas Inggris. Jordan Henderson.

Henderson menilai proposal ini bukan demi kebaikan pemain karena akan membuat jadwal semakin padat yang akibatnya membahayakan kesehatan dan bahkan masa depan karir pesepak bola.

Henderson menganggap proposal terbaru FIFA yang diprakarsai Arab Saudi tersebut "melulu soal uang, hak siar televisi."

Tak semua seperti Henderson, gelandang Manchester City Kevin de Bruyne malah menilai proposal itu patut dicoba. Pemain timnas Belgia ini tak mau gegabah menyebut prakarsa itu didasari motif profit belaka.

Dan ternyata audit lembaga konsultansi keuangan KPMG dan Delta Partners sendiri lebih mendukung pernyataan de Bruyne, ketimbang kekhawatiran yang disampaikan Jordan Henderson.

Baca juga: UEFA sebut wacana Piala Dunia dua tahunan rusak kompetisi klub


Kompromi

Menurut KPMG dan Delta Partners justru liga-liga sepak bola dan UEFA bakal kehilangan pemasukan 8 miliar euro (Rp129 triliun) per musim dari pendapatan hak siar televisi, pertandingan dan kontrak komersial.

Jadwal pertandingan antar-timnas yang semakin padat bisa mengubah drastis liga-liga nasional, termasuk pengurangan jumlah tim yang berkompetisi dalam liga, laga sepak bola tidak hanya digelar akhir pekan namun juga hari biasa, dan pertandingan domestik menjadi sangat berkurang.

Piala Dunia dua tahunan juga bisa membuat pengiklan kehilangan minat terhadap sepak bola domestik dan hal ini bakal merugikan pemain yang akibatnya mempengaruhi kualitas dan masa depan liga domestik.

Tapi FIFA bergeming. Presiden mereka, Gianni Infantino, segera mengalihkan perhatian kepada negara-negara yang liga domestiknya tidak semenarik Eropa dan Amerika Latin, dengan menyatakan Piala Dunia dua tahunan akan memajukan negara-negara kecil dan Piala Dunia menjadi lebih partisipatif, tak lagi untuk lingkaran eksklusif sejumlah kecil negara.

FIFA memang sudah akan memperbanyak tim peserta Piala Dunia dari saat ini 32 tim menjadi 48 tim pada Piala Dunia 2026. Namun, menurut Infantino, perubahan itu tetaplah kelewat kecil karena menunggu setiap empat tahun itu terlalu lama.

Sementara itu mantan manajer legendaris Arsenal Arsene Wenger yang kini Kepala Pengembangan Sepak bola Global FIFA, menampik tudingan ada keserakahan di balik prakarsa Piala Dunia dua tahunan itu.

Wenger menandaskan Piala Dunia dua tahunan didasari oleh semangat membuat sepak bola lebih baik lagi di mana semua orang, tidak hanya di Eropa, berkesempatan sama menikmati turnamen-turnamen di mana orang-orang mereka turut di dalamnya, tidak hanya menonton Liga Premier dan liga-liga Eropa seperti saat ini terjadi.

Baca juga: Piala Dunia dua tahunan bakal pengaruhi kualitas, kata Brendan Rodgers

Perdebatan makin sengit saja, malah tumpah ke pelataran politik, khususnya mempreteli catatan hak asasi manusia Arab Saudi yang mengusulkan proyek tersebut.

Salah satu yang mengupas soal ini adalah Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE) yang meminta dunia sepak bola juga mempedulikan perlindungan hak asasi manusia.

Pro-kontra pun semakin keras dan sengit. Mereka yang menentang semakin keras menolak, sedangkan FIFA dan federasi-federasi nasional yang menilai prakarsa itu peluang untuk memajukan sepak bola mereka, juga kian agresif menggalang dukungan.

Memang akan rugi besar bagi sepak bola global jika Eropa, seperti disebut Presiden UEFA Aleksander Ceferin, memboikot Piala Dunia seandainya FIFA mengadopsi proposal Piala Dunia dua tahunan itu.

Namun suara-suara lain di dalam FIFA yang bukan federasi mapan seperti UEFA dan CONMEBOL, tak boleh diabaikan, jika benar tujuan proposal ini demi membuat sepak bola lebih baik lagi dan lebih partisipatif seperti disebut Arsene Wenger.

Entah argumentasi siapa yang akan menang dalam Kongres FIFA pada 20 Desember itu. Tetapi ketika pertentangan semakin keras, biasanya di situ terjadi peluang kompromi seperti telah diindikasikan oleh Wakil Presiden FIFA Victor Mantagliani.

Kompromi itu bisa berupa turnamen yang mendekati kelas Piala Dunia yang digelar di antara dua Piala Dunia seperti Piala Konfederasi yang sudah dihapus pada 2019.

Namun apa pun itu, 20 Desember bakal menjadi momen besar bagi sepak bola global, entah itu hasilnya kompromi, atau diterima dan tak diterimanya usul Piala Dunia setiap dua tahun tersebut.

Baca juga: Sederet fakta wacana Piala Dunia dua tahunan

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021