Kepunahan salah satu satwa langka itu, menurut salah seorang tokoh masyarakat setempat, Thomas Yesnath, yang ditemui di Sausapor, sekitar 15 km arah utara Yamursbambedi, ibu kota Tambrauw, Sabtu, mulai terasa setelah Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua dan Worldwide Found for Nature (WWF) tidak lagi melakukan penangkaran.
Dia mengatakan, habitat penyu belimbing rusak antara lain karena masyarakat setempat melakukan penambangan pasir secara ilegal di lokasi penyu biasa bertelur. Jika dahulu penyu belimbing mudah ditemui kini nyaris tidak terlihat lagi.
Dahulu, kata dia, penyu belimbing berkembang biak karena ada perlindungan dan penangkaran yang dilakukan oleh BKSDA dan WWF Papua dengan melibatkan para pemuda di perkampungan sekitar.
Para pemuda yang terlibat dalam pemeliharaan lingkungan dan penangkaran penyu mendapat imbalan dari dua badan penyelamat lingkungan tersebut.
Hanya, lanjut dia, setelah kedua lembaga itu tidak lagi melakukan kegiatan di Yamursbamedi, diikuti penambangan pasir pantai secara ilegal, penyu belimbing mulai jarang terlihat. Situasi itu diperparah oleh kebiasaan warga tertentu melakukan perburuan karena alasan ekonomi dan mengambil telur penyu untuk dijual.
(K006/Z002)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011