• Beranda
  • Berita
  • Peneliti sebut pembatasan mobilitas tingkatkan transaksi digital

Peneliti sebut pembatasan mobilitas tingkatkan transaksi digital

9 Desember 2021 17:56 WIB
Peneliti sebut pembatasan mobilitas tingkatkan transaksi digital
Calon konsumen melihat produk fesyen di ponsel melalui sebuah aplikasi jual beli daring di Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/12/2021). ANTARA FOTO/Novrian Arbi/tom.

Selain memastikan masyarakat punya akses, harus juga dipastikan bahwa mereka mengerti cara memanfaatkan layanan-layanan digital beserta risikonya

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu menyebutkan pembatasan mobilitas masyarakat dapat meningkatkan potensi transaksi ekonomi digital.

"Pembatasan mobilitas disertai berbagai macam promo seperti Harbolnas pada 12 Desember yang akan datang potensial meningkatkan kegiatan jual-beli online," kata Thomas dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Ia memastikan perkembangan aktivitas ekonomi digital yang sangat pesat di era pembatasan kegiatan ini harus dibarengi dengan upaya nyata untuk mendukung keamanan dan pertumbuhan di sektor digital.

Namun, menurut dia, kehadiran internet yang menyasar 43,52 persen dari populasi pada 2019, belum memberikan manfaat kepada masyarakat miskin, perempuan, lansia, dan penduduk dengan letak geografis timur Indonesia.

Tanpa pembenahan, maka peningkatan transaksi ekonomi digital hanya akan dinikmati masyarakat dengan akses internet dan layanan e-commerce yang umumnya berada di perkotaan.

Untuk itu, ia meminta adanya upaya untuk meminimalisir ketimpangan akses teknologi informasi dan komunikasi (digital divide) serta kemampuan digital antar daerah dan antar konsumen di Indonesia.

Selama ini, ketimpangan akses teknologi informasi dan komunikasi dan kemampuan digital dapat menjadi hambatan dalam meningkatkan penetrasi ekonomi digital dan menciptakan peluang ekonomi bagi yang tinggal di kota-kota kecil dan jauh dari pusat ekonomi.

"Selain memastikan masyarakat punya akses, harus juga dipastikan bahwa mereka mengerti cara memanfaatkan layanan-layanan digital beserta risikonya," kata Thomas.

Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah pertumbuhan layanan pay later, yang seharusnya diikuti dengan edukasi terhadap konsumen terkait penggunaan dan pemahaman risiko dari model pembayaran ini.

Data dari Katadata Insight Center dan Kredivo 2021 menunjukkan bahwa penggunaan pay later sebagai opsi pembayaran sudah berada di atas pembayaran dengan kartu kredit dan debit.

Dengan demikian, penyedia jasa pembayaran pay later mempunyai tanggung jawab untuk memastikan transparansi bunga dan metode penagihan terhadap konsumen.

Thomas menyakini salah satu solusi dari perlindungan konsumen dari transaksi pembayaran digital adalah persetujuan RUU Perlindungan Pribadi yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan pemerintah.

"Legislasi Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi harus memastikan konsumen mendapatkan pengetahuan serta perlindungan yang konsisten untuk data pribadi dan transaksi, baik secara langsung maupun online," kata Thomas.

Sebelumnya, Data Google, Temasek, & Bain Co menyatakan bahwa pada 2021, GMV ekonomi digital secara keseluruhan di Indonesia menyentuh angka 70 miliar dolar AS dan akan mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025.

Baca juga: Menperin: Ekosistem digital sinergikan IKM dengan industri otomotif
Baca juga: Bangkitkan ekonomi nasional dengan optimalisasi sektor digital
Baca juga: Airlangga : Generasi muda game changer ekonomi era digital

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021