Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa semua warga negara punya kedudukan yang setara dalam politik dan hukum.Jaminan hak-hal sipil, politik, dan hukum juga harus menjadi perhatian kita bersama.
"Jaminan hak-hal sipil, politik, dan hukum juga harus menjadi perhatian kita bersama. Semua warga negara punya hak politik dan hukum," kata Presiden Jokowi, di Istana Negara Jakarta, Jumat, dalam Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia Tahun 2021.
Hadir dalam acara itu para menteri Kabinet Indonesia Maju, antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik serta para pejabat terkait lainnya.
"Semua warga negara punya hak dan kedudukan yang setara dalam politik dan hukum, semua warga negara berhak mendapat perlindungan yang sama dari negara tanpa membeda-bedakan suku, agama, gender ataupun ras," ujar Presiden.
Menurut Presiden Jokowi, semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan dari negara dan berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Contoh tindakan negara dalam menjamin hak politik dan hukum tersebut, menurut Presiden Jokowi adalah dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 yang disahkan pada 8 Juni 2021.
"Rencana aksi ini dimaksudkan untuk melaksanakan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM di Indonesia dan sasaran utamanya terutama kelompok perempuan, anak, kelompok masyarakat adat dan penyandang disabilitas," kata Presiden.
Perpres No. 53 tersebut, menurut Presiden Jokowi, juga menegaskan penegakan HAM bukan hanya mencakup penghormatan hak sipil dan politik.
"Penegakan HAM juga mencakup pemenuhan hak ekonomi sosial, budaya terutama bagi kelompok-kelompok rentan yang bukan hanya perlu kita lindungi, tapi juga kita penuhi hak-haknya," ujar Presiden.
Presiden Jokowi juga mengungkapkan pada pekan lalu telah melantik untuk pertama kalinya Komite Disabilitas Nasional.
"Komite ini menunjukkan komitmen kita untuk memastikan dan memantau penghormatan, perlindungan, pemenuhan hak penyandang disabilitas dan merupakan wujud untuk implementasi dan pemantauan terhadap 'Convention of The Right of Person With Disabilities' (CRPD). Sekali lagi, agar setiap warga negara mendapatkan hak-hak yang sama tanpa merasa diabaikan dan dibedakan," ujar Presiden.
Presiden Jokowi menyebutkan bahwa Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menuntaskan, dan menyelesaikan pelanggaran hak berat dengan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan prinsip keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat.
"Pasca pengesahan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat. Salah satu kasus adalah tadi yang sudah disampaikan Bapak Ketua Komnas HAM, adalah kasus Paniai di Papua tahun 2014," kata Presiden pula.
Menurut Presiden Jokowi, Kejaksaan Agung telah melakukan penyidikan terhadap dugaan kasus pelanggaran HAM berat di Paniai berdasarkan berkas pemeriksaan yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Komnas HAM.
"Kejaksaan tetap melakukan penyidikan umum untuk menjamin terwujudnya prinsip-prinsip keadilan dan penegakan hukum," ujar Presiden.
Peristiwa Paniai terjadi 7-8 Desember 2014, yaitu peristiwa kekerasan sipil yang melibatkan anggota TNI dan mengakibatkan 4 orang meninggal, 21 orang mengalami luka berat akibat penganiayaan.
Baca juga: KSP sebut pemerintah daerah ujung tombak pemenuhan HAM
Baca juga: Menkumham tekankan jaminan pemenuhan HAM melalui Permenkumham 24/2017
Komnas HAM berdasarkan penyelidikan yang memeriksa 26 saksi, peninjau dan memeriksa TKP di Enarotali, memeriksa dokumen serta diskusi dengan para ahli menetapkan Peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM berat pada 3 Februari 2020.
Berkas dan kesimpulan penyelidikan diserahkan kepada Jaksa Agung pada 11 Februari 2020. Namun, berkas tersebut dikembalikan Jaksa Agung pada 19 Maret 2020, karena dinilai belum memenuhi unsur formil dan materiil.
Pada 14 April 2020, Komnas HAM RI mengembalikan kembali berkas tersebut kepada Jaksa Agung. Untuk kedua kalinya, pada 20 Mei 2020 Jaksa Agung mengembalikan berkasnya dengan alasan yang mirip.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021