Seskab Sambut Baik Penandatanganan FLEGT-VPA

9 Mei 2011 21:00 WIB
Seskab Sambut Baik Penandatanganan FLEGT-VPA
Dipo Alam. (ANTARA)
Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Kabinet (Seskab), Dipo Alam, menyambut baik penandatanganan perjanjian FLEGT-VPA (Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement Governance and Trade) sebagai salah satu upaya Pemerintah Indonesia mengurangi laju deforestasi yang berasal dari pembalakan liar.

"Dengan adanya kewajiban SVLK (Sistem Verifikasi Legalistas Kayu) bagi setiap pemegang konsesi dan eksportir kayu, pemerintah berharap dapat menekan laju illegal logging," kata Dipo dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA News di Jakarta, Senin.

Dengan penerapan yang baik, Seskab meyakini bahwa penerapan SLVK tersebut akan meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia sehingga dapat mendongkrak ekspor kayu Indonesia ke Uni Eropa dan Amerika Serikat.

Seskab mengatakan, "Upaya ini juga akan memperbaiki citra Indonesia di mata dunia, bahwa pemerintah berupaya dengan sungguh-sungguh memberantas illegal logging, dan mendukung industri kayu yang diperoleh secara legal."

Indonesia dan Uni Eropa akan menghubungkan penerapan SVLK dengan kebijakan Uni Eropa terkait FLGET untuk kayu dan produk kayu. Uji coba ekspor dengan menggunakan mekanisme yang telah disetujui dalam perjanjian VPA akan dilaksanakan antara 2012-2013.

"Penerapan lisensi FLEGT akan dimulai pada awal 2013 lebih cepat dari saat diberlakukannya Uni Eropa Timber Regulation yang akan dumulai pada bulan Maret 2013," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Uni Eropa Timber Regulation menerapkan larangan kayu yang dipanen secara illegal ke pasar Uni Eropa. Menindaklanjuti hal tersebut Indonesia akan mengaudit legalitas produsen, baik di industri hulu maupun hilir, termasuk para eksportir. Menurut European Forest Institute (EFI), 50 persen dari kayu yang diekspor dari Indonesia berasal dari pembalakan liar, yang mana 20 persen dari produksi kayu tersebut di ekspor ke Uni Eropa. Pelaku industri perkayuan di Indonesia diperkirakan mencapai 4.500 unit.

Kayu yang dipanen secara tidak sah dipastikan tidak boleh masuk ke Uni Eropa. Kesepakatan kedua pihak merupakan jaminan yang pertama kalinya diperoleh sebuah Negara Asia untuk memasuki pasar Eropa, khususnya bagi produk kayu legal. Uni Eropa dan negara-negara anggotanya akan menjamin akses yang bebas dan tidak terbatas bagi seluruh produk kayu yang berlisensi FLEGT dari Indonesia.

"Tantangan bagi Uni Eropa adalah mengupayakan agar kesepakatan SVLK ini dapat segera ditandatangani oleh Malaysia, Singapura, dan Papua Nugini. Masyarakat internasional juga harus mendukung upaya ini dengan tidak menerima kayu yang berasal dari Indonesia seperti Merbau, yang diekspor dengan cara diselundupkan melalui negara ketiga," ujar Agus Purnomo, Staff Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim.

Berdasarkan data LSM Telapak, penyelundupan kayu merbau mencapai 3,6 juta m3 per tahun, dengan jumlah hampir 300 ribu m3 kayu merbau setiap bulannya diselundupkan ke China.

Indonesia melakukan terobosan dengan menandatangani Perjanjian Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement/VPA) tentang Penegakan Hukum, Ketatalaksanaan dan Perdagangan di bidang Kehutanan (Forest Law Enforcement Governance and Trade/FLEGT). Perjanjian VPA-FLEGT ini disepakati sebagai bentuk komitmen Indonesia Uni Eropa untuk merespon permasalahan pembalakan liar.

Indonesia merupakan negara Asia pertama yang menyelesaikan negosiasi VPA dengan Uni Eropa. Uni Eropa merupakan pasar utama bagi produksi hutan Indonesia dengan nilai expor rata-rata 1,2 milyar dolar AS pertahun dari industri kayu dan kertas. Uni Eropa sendiri menyerap 33 persen dari ekspor kayu Indonesia, sisanya ke Amerika dan Jepang.

Sistem Verifikasi Legalistas Kayu akan ditetapkan untuk menghentikan masuknya produk kayu dari hasil pembalakan haram ke pasar Eropa. SVLK telah diakui dan diterima oleh Uni Eropa sebagai sistem verifikasi untuk membuktikan legalitas kayu dan produk kayu Indonesia. Sistem ini dikembangkan berdasarkan hukum dan peraturan Indonesia.

Kementerian Kehutanan mewajibkan eksportir kayu untuk memiliki sertifikat Verifikasi Legal sebagai syarat untuk mengekspor kayu. Kewajiban itu menjadi bagian dari komitmen Indonesia melaksanakan SVLK.
(L.A017*G003/R018)


Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011