Mengutip dari keterangan pers pada Sabtu, hal ini didukung oleh percepatan digitalisasi seiring berubahnya gaya hidup dan berlakunya pembatasan sosial.
"Perkembangan fintech secara general bisa kita lihat dari adopsinya di masyarakat dan jumlah penyelenggara fintech yang semakin beragam. Bank Indonesia mencatat jumlah adopsi uang elektronik pada bulan Oktober 2021, lebih dari 544 juta, jumlah transaksi melebihi Rp29,23 triliun," kata Mercy.
Lebih lanjut, ia memaparkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebutkan bahwa di bulan Oktober 2021 ada 104 penyelenggara yang menyalurkan pinjaman sebesar Rp13,5 triliun dengan lebih dari 10 juta rekening pemberi pinjaman.
"Model fintech pun kini semakin beragam guna memenuhi keragaman layanan keuangan untuk berbagai keperluan masyarakat, di AFTECH sendiri sudah ada lebih dari 20 model bisnis fintech yang terdaftar," ujar Mercy.
Ke depannya, ia mengatakan tekfin akan semakin berkembang dan memiliki peluang yang lebih baik.
"Potensi semakin besar karena digitalisasi makin cepat, perkembangan fintech juga didorong oleh adopsinya tidak hanya untuk kebutuhan transaksi keuangan sehari-hari tapi potensi lain seperti pemanfaatan fintech untuk pengumpulan pendapatan daerah, pengumpulan dana sosial, fintech pasar modal juga terus berkembang dan meningkatkan penetrasi pasar modal di Indonesia," paparnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menambahkan, tekfin ikut mendukung pemulihan ekonomi yang tetap berjalan.
Bhima melanjutkan dengan perkiraan tren tekfin di tahun 2022, ekspansi pembiayaan merchant e-commerce akan semakin masif. Tekfin akan melakukan kerja sama dengan platform e-commerce dan menyediakan pembiayaan bagi para merchant.
"Selain itu, fintech akan ekspansi pembiayaan ke microfinance seperti warung dan juga personal finance. Selain penyaluran pinjaman, ke depannya fintech juga akan menawarkan digital investment platform seperti insurtech, reksadana hingga pembelian surat hutang dalam satu platform yang sama," papar Bhima.
"Kemudian ke depan akan marak merger dan akuisisi sesama fintech atau bahkan fintech menjadi bagian lembaga keuangan yang bersifat tradisional," imbuhnya.
Sebagai pemain di ekosistem tekfin khususnya asuransi, COO dan Co-founder Qoala Tommy Martin mengamini hal tersebut. Kolaborasi dengan platform digital lainnya menjadi cara dalam menghadirkan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
"Tantangan saat ini adalah meningkatkan pemahaman masyarakat terkait asuransi dan juga memperkenalkan jenis dan produk asuransi yang mereka butuhkan. Saat ini, Qoala bekerjasama dengan berbagai perusahaan digital untuk memasyarakatan produk asuransi," kata Tommy.
Baca juga: AFTECH: Aggregator tekfin tingkatkan literasi keuangan digital
Baca juga: Literasi keuangan bantu masyarakat terhindar pinjol ilegal
Baca juga: Kehadiran tekfin bantu percepat inklusi keuangan
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021