Tak hanya itu, IDAI juga menghadirkan Ponsel (Pulse Oximetry Newborn Screening E-learning) yaitu pembelajaran skrining PJB kritis selama satu bulan untuk tenaga kesehatan. Kedua program ini bertujuan untuk membantu menurunkan angka kematian bayi dan anak sehingga kualitas hidup anak yang baik bisa tercapai.
"Kami di IDAI berharap dengan program pelatihan yang akan diadakan oleh IDAI dan kementerian Kesehatan akan bisa membantu para tenaga kesehatan yang menangani kelahiran dan anak untuk melakukan deteksi dini terhadap Penyakit Jantung Bawaan," ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dalam siaran persnya, Selasa.
Baca juga: IDAI luncurkan program Littleku kejar cakupan imunisasi anak
Piprim mengatakan, garda terdepan yang bisa melakukan pertolongan kesehatan pada anak ini yakni para bidan, dokter umum, atau dokter anak yang menolong persalinan atau Sectio (Cesar).
"IDAI berkomitmen untuk membantu menurunkan angka kematian bayi dan anak karena anak adalah masa depan bangsa," kata dia.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, sekitar 80 persen dari bayi baru lahir yang meninggal 6 hari pertama setelah kelahirannya ternyata diakibatkan oleh kelainan kongenital.
Angka ini menyumbang angka kematian bayi sekitar 7 persen. Di antara kelainan kongenital itu yakni PJB.
Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Kesehatan (CDC) bahkan menyebutkan 1 dari 100 bayi baru lahir di dunia mengalami PJB.
IDAI berharap dengan sosialisasi deteksi dini PJB dan peluncuran program pelatihan Inpost dan Ponsel ini dapat membantu menurunkan angka kematian bayi dan anak dan berbagai pihak terkait dapat melakukan upaya preventif dan promotif terhadap masalah PJB dan PJB kritis untuk meningkatkan kualitas hidup bayi dan anak Indonesia.
Terkait peran tenaga kesehatan, sependapat dengan Piprim, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia, DR Emi Nurjasmi, M.Kes menuturkan, peran bidan sangat penting dalam melakukan skrining saat ANC atau antenatal care yakni pemeriksaan kehamilan.
Pemeriksaan ini dilakukan secara terintegrasi serta berkolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan kesehatan ibu dan janin secara komprehensif sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Menurut dia. bidan sebagai penolong persalinan harus melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap bayi segera setelah lahir untuk mengetahui adanya gangguan sejak awal kelahiran, sehingga apabila ditemukan gangguan atau kelainan dapat diantisipasi sedini mungkin.
Selain itu, bidan juga harus segera melakukan rujukan dan kolaborasi dengan dokter spesialis anak.
Di sisi lain, Direktur Kesehatan Keluarga (Ditkesga) Kementerian Kesehatan, dr. Erna Mulati. M.Sc-CMFM mengatakan penyakit jantung bawaan kritis atau critical congenital heart disease (CCHD) termasuk salah satu dari delapan kelainan bawaan prioritas yang mendapat perhatian dari pemerintah.
Demi mendukung kegiatan pencegahan dan penanggulangan PJB, salah salah satu kebijakan Kementerian Kesehatan yakni memantapkan sistem informasi kelainan bawaan dengan membangun surveilans kelainan bawaan prioritas dan memantapkan mekanisme monitoring dan evaluasi.
Kementerian Kesehatan sebenarnya telah memberikan pelatihan surveilans kelainan bawaan bagi 35 Rumah Sakit Rujukan guna membantu memantau kecenderungan prevalensi, mengidentifikasi adanya kluster di populasi serta mengetahui faktor risiko terhadap terjadinya kelainan bawaan dan PJB.
Baca juga: IDAI serukan deteksi dini penyakit jantung bawaan pada bayi baru lahir
Baca juga: IDAI: Teknis vaksinasi COVID-19 usia 6-11 tahun sama seperti remaja
Baca juga: IDAI siagakan relawan dokter spesialis anak di daerah bencana Semeru
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021