Hal tersebut ia sampaikan dalam Forum Nasional Stunting yang digelar pada Selasa (14/12) hingga Rabu (15/12) yang diadakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bekerja sama dengan Tanoto Foundation.
“Hingga tahun 2021, seluruh Bupati dan Wali Kota dari 514 kabupaten/kota telah menandatangani komitmen bersama untuk melakukan percepatan penurunan stunting di daerah. Komitmen ini harus tetap dijaga dan betul-betul dibuktikan pelaksanaannya di daerah,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu.
Selain itu, kolaborasi dari berbagai pihak juga menjadi kunci untuk memastikan konvergensi antar-program hingga ke tingkat desa/kelurahan untuk menurunkan angka stunting.
“Upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga saja, atau hanya dari unsur pemerintah pusat saja. Upaya penurunan stunting membutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan desa/kelurahan, akademisi, media, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan mitra pembangunan,” lanjutnya.
Baca juga: Wapres: Investasi gizi jadi kunci bentuk masa depan bangsa berkualitas
Dalam kesempatan yang sama, Ma’ruf Amin berharap penyelenggaraan Forum Nasional Stunting 2021 dapat membangun komitmen dari seluruh pemangku kepentingan sehingga dapat terbentuk input dan rekomendasi bagi rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting.
Sementara itu, Kepala BKKBN DR. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mencapai penurunan angka stunting hingga 14 persen pada 2024.
Untuk mendukung komitmen tersebut, BKKBN menjalankan beberapa strategi pencegahan, salah satunya membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK).
“Stunting itu dimulai dari keluarga, pendekatan melalui keluarga di mana tim pendamping keluarga itu ada 3 unsur yaitu dari Kesehatan atau Bidan, Tim Penggerak PKK, dan Kader-kader yang ada di daerah,” kata Hasto.
Selain itu, pihaknya juga telah meluncurkan program Mahasiswa Peduli Stunting (Mahasiswa Penting) bentuk pendampingan kepada keluarga berisiko stunting.
“Kualitas SDM ditentukan dari 1000 hari pertama sejak kehamilan, meskipun tinggal di tempat tidak layak, tidak boleh ada stunting. Program Mahasiswa Penting akan digaungkan hingga ke seluruh perguruan tinggi, jangkauannya pun akan secara luas menyentuh masyarakat hingga pelosok tanah air,” katanya.
Stunting terjadi ketika anak gagal tumbuh di 1000 hari pertama kehidupan akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Efek stunting dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan perkembangan otak anak.
Kondisi stunting akan berpengaruh pada produktivitas saat usia dewasa serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, dan stroke.
Menurut Hasto, banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya hamil atau datang untuk memeriksakan diri kepada dokter dalam kondisi sudah hamil selama 3 bulan. Padahal, lanjut Hasto, masa kritis kehamilan terjadi saat janin usia sebelum 56 hari atau sekitar 8 minggu.
Hasto mengatakan risiko stunting pada balita tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak perempuan saja, laki-laki juga harus mengambil peran dengan membiasakan hidup sehat 75 hari sebelum konsepsi dengan mengurangi atau berhenti merokok. Menurutnya, sperma berkualitas yang dibutuhkan untuk membuahi sel telur sudah terbentuk pada rentang waktu tersebut.
Baca juga: BKKBN & Tanoto Foundation adakan Forum Nasional Stunting
Baca juga: PKJS UI: Penyederhanaan struktur tarif CHT masih jauh dari ideal
Baca juga: Angka bayi dengan berat badan lahir rendah di DKI Jakarta meningkat
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021