Pasar saham gagal menemukan arah yang jelas sejak pertemuan Fed. Semalam, Nasdaq berakhir turun tajam karena investor menjauh dari saham-saham pertumbuhan seperti teknologi besar dan menuju saham-saham yang dipersepsikan memiliki harga lebih murah, mendorong indeks value stocks (saham yang harganya di bawah nilai intrinsiknya) S&P 500 naik 0,7 persen.
Indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,85 persen di awal perdagangan Jumat, setelah melonjak 2,13 persen sehari sebelumnya di hari terbaiknya dalam hampir tujuh minggu.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,2 persen. Indeks menuju penurunan mingguan 1,7 persen, dan di 621,93 poin hanya sedikit di atas terendah tahun ini 615,99 poin yang ditetapkan minggu lalu.
Saham China, khususnya saham-saham teknologi ternama, telah menjadi hambatan utama, dengan indeks acuan Hong Kong menyentuh level terendah sejak September 2020 pada Kamis (16/12), dan jatuh 0,56 persen pada Jumat pagi.
Kenny Ng, ahli strategi sekuritas di Everbright Sun Hung Kai mengatakan pelemahan itu karena perhatian terbaru investor pada hubungan China-AS yang tegang.
“Baru-baru ini sejumlah perusahaan baru di Amerika Serikat masuk ke dalam daftar sanksi yang berdampak pada saham terkait bahkan sentimen pasar. Pasar saham Hong Kong diperkirakan akan terus konsolidasi sebelum akhir tahun,” katanya.
Pemerintah AS memberlakukan pembatasan investasi dan ekspor pada lusinan perusahaan China pada Kamis (16/12), termasuk pembuat drone terkemuka DJI, menuduh mereka terlibat dalam penindasan minoritas Uyghur China atau membantu militer, yang semakin meningkatkan ketegangan antara dua ekonomi teratas dunia.
Sementara itu, indeks dolar diperdagangkan pada 95,999, turun hampir 1,0 persen sejak tertinggi Rabu (15/12) segera setelah Federal Reserve mengumumkan akan mempercepat pengurangan program pembelian obligasi darurat dan bersiap untuk menaikkan suku lebih cepat tahun depan.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun yang dijadikan acuan berada di 1,4275 persen, ujung bawah kisaran baru-baru ini, sedangkan imbal hasil obligasi pemerintah AS dua tahun berada di 0,6330 persen, juga telah meluncur dari tertinggi baru-baru ini.
"Biasanya, setelah hasil FOMC yang lebih hawkish, imbal hasil diperkirakan akan meningkat untuk mengantisipasi siklus pengetatan Fed," kata analis di Westpac dalam catatan pagi, mengacu pada Komite Pasar Terbuka Federal, yang menetapkan kebijakan moneter.
"Namun ada dinamika persaingan saat ini, dengan kekhawatiran inflasi yang sedang berlangsung memicu retorika Fed yang lebih keras diimbangi oleh kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi akan tergelincir oleh Omicron dalam waktu dekat," kata mereka.
The Fed adalah pusat dari minggu yang sibuk bagi para pembuat kebijakan bank-bank sentral, banyak di antaranya mengambil giliran yang lebih hawkish.
Juga membebani dolar adalah keuntungan dalam pound, yang naik 0,45 persen pada Kamis (16/12) setelah bank sentral Inggris (BoE) mengejutkan pasar dengan menjadi bank sentral global utama pertama yang menaikkan suku bunga - naik 0,15 poin persentase menjadi 0,25 persen.
Euro menguat setelah Bank Sentral Eropa (ECB) mengambil langkah kecil lainnya untuk mengurangi stimulus era krisis.
Bank sentral Jepang (BoJ) akan mengakhiri minggu sibuk untuk bank-bank sentral utama pada Jumat. BoJ diperkirakan akan menjaga kebijakan moneter sangat longgarnya, tetapi dapat memanggil kembali pendanaan pandemi darurat jika diperlukan.
Harga minyak turun pada awal perdagangan Jumat setelah naik 2,0 persen sehari sebelumnya. Minyak mentah Brent turun 0,6 persen menjadi diperdagangkan di 71,94 dolar AS per barel dan minyak mentah AS turun 0,6 persen menjadi diperdagangkan di 71,94 dolar AS per barel.
Harga emas di pasar spot sedikit berubah, turun 0,07 persen menjadi diperdagangkan di 1.797,00 dolar AS per ounce.
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021